KONTRIBUSI
SYAIKH
AZRA’I ABDURRAUF
DALAM
PENGMBANGAN ILMU ALQURAN
DI
SUMATERA UTARA
Oleh:
Dr. H. Ahmad Zuhri , MA
Latar
belakang dilakukannya kajian ini berangkat dari sebuah hipotesis bahwa Syaikh
Azra’i Abdurrauf yang diyakini sebagai ahli ilmu al-Qur`an yang banyak berjasa dalam
pengembangan kajian al-Quran bagi masyarakat Sumatera Utara secara khusus dan
bangsa Indonesia
secara umum. Hipotesis itu berangkat dari temuan-temuan awal bahwa tokoh ini
memiliki karya-karya tentang al-Quran dan pemberitaan di tengah-tengah
masyarakat tentang keberadaannya. Untuk membuktikan hal itu maka dilakukan penelitian tentang beliau
yang menitikberatkan pada penjajakan tokoh dan karya-karyanya, yaitu: Siapakah
sebenarnya Syaikh Azra`i Abdurra`uf dan bagaimana kontribusi dan
pemikirannya di seputar ilmu al-Quran di Sumatera Utara. Akhirnya penelitian
berhasil menemukan bahwa tokoh ini memiliki kontribusi yang besar di Sumatera
Utara secara khusus, dan Indonesia secara umum, sebagai sosok yang berperan
aktif memasyarakatkan penjurian dan pengkajian Alquran.
Terma
Kunci:
Ketokohan
Syaikh Azra’i Abdurrauf, ilmu al-Qur`an, dan kontribusi.
A. Pendahuluan
Syaikh H.
Azra’i Abdurrauf adalah seorang ulama kharismatik Sumatera Utara. Beliau merupakan
seorang hafiz Alquran, menguasai ilmu Alquran, bahasa Arab, dan ilmu keislaman
lainnya. Beliau banyak berkiprah dalam mengajarkan ilmu-ilmu keislaman,
khususnya ilmu al-Qur’an di dalam negeri maupun di luar negeri.
Kedudukannya sebagai ulama yang ahli ilmu fasahah dan
ilmu qiraat sab’ah, diperkuat dengan keberadaannya sebagai Dewan Hakim
(dewan juri) MTQ pada even-even internasioanal seperti di tanah air, Makkah
al-Mukarramah, dan negara jiran tetangga Malaysia .
Berdasarkan deskripsi di atas, dapat dipahami bahwa beliau
merupakan seorang sosok yang memiliki peran dalam hal melahirkan tokoh-tokoh generasi
muda di tanah air, khususnya di Sumatera Utara. Namun ketokohan dan peranannya
tersebut tak terlihat di dalam catatan sejarah dan cenderung akan menghilang
seiring dengan wafatnya. Oleh sebab itu, penelitian ini merupakan sebuah upaya
merkam sejarah tersebut di dalam bentuk penelitian.
B. Rumusan Masalah
Dari deskripsi di atas dapat dirumuskan masalahnya sebagai
berikut:
1.
Siapakah
sebenarnya Syaikh Azra`I Abdurra`uf
2.
Bagaimana kontribusi
dan pemikirannya di seputar ilmu al-Quran di Sumatera Utara?
C. Metodologi
Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tentang seseorang yang
dikonsepsikan sebagai tokoh. Berdasarkan hal ini, di dalam pelaksanaannya
penelitian ini dengan melihat kepada sifat permasalahannya menggunakan metode
deskriptif. Yaitu berupaya menemukan pengetahuan tentang seluas-luasnya
mengenai profil Syaikh Azra’i Abdurra`uf. Setelah itu, dideskripsikan secara
sistematis, faktual, dan akurat.[1]
Berkenaan
dengan pengolahan dan analisa datanya, maka penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif. Data yang terkumpul yang terkait dengan profil Syaikh Azra’i
Abdurrauf akan diolah dan dianalisa secara kualitatif. [2]
Adapun
langkah-langkah atau tahapan-tahapan dari pelaksanaan penelitian ini adalah
pertama mencari dan menemukan nara
sumber atau informan yang tepat. Dalam hal ini murid-muridnya dan keluarganya
menjadi rujukan. Kedua, mengumpul data dari para informan tersebut baik dengan
wawancara, maupun dengan mengcopy naskah-naskah yang ada. Ketiga melakukan
pengolahan dan analisa data bersamaan dengan proses penghimpunan data dalam
rangka mendapatkan suatu temuan sebagai hasil penelitian. Keempat, membuat
draft laporan serta menyusun laporan hasil penelitian. Kelima, melakukan
seminar terhadap laporan hasil penelitian. Terakhir membuat laporan hasil
penelitian.
D.
Riyawat Hidup Syaikh Azra’i Abdurrauf
Nama tokoh yang dikaji dalam penelitian ini adalah Syaikh
Azra`i Abdurra`uf.[3] Dari
nama ini dapat diketahui bahwa ayahnya bernama Abdurra`uf bin Abdurrahman.[4]
Ibunya bernama Hj. Zubaidah binti Musa Nasution. Kakek dan neneknya berasal
dari daerah Rantonatas berdekatan dengan Pagur, sebuah desa di Mandailing Natal . Oleh karena itu,
sebenarnya ia memiliki marga sebagaimana layaknya penduduk asal Tapanuli
selatan. Menurut informasi dari salah seorang muridnya, al-Hajj Syamsul Anwar , ia
bermarga Nasutioan. Namun, marga ini tidak dipakai di akhir namanya sebagaimana
layaknya orang-orang dari Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Karo, dan
Simalungun. Hal ini dimungkinkan karena upaya adaptasi dan pembauran dengan
Masyarakat Melayu Deli di kota Medan .
Syaikh Azra`i Abdurra`uf dilahirkan 1918 M. di Medan,
Sumatera Utara. Ia bersaudara sebanyak tiga orang, yaitu beliau sendiri sebagai
anak yang tertua, Syaikh Asmu`i (Asma`i), dan seorang perempuan bernama
Rabi`ah. Adiknya, Syaikh Asmu`i bermukim di Makkah dan menjadi ahli fiqh di
negara ini. Ia menjadi warga Saudi dan menikah dengan seorang wanita Arab
berdarah Indonesia
yang sudah turun-temurun tinggal di wilayah ini.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf berangkat ke Saudi Arabia pada tahun 1935 M.
bersama dengan al-Haji Adnan Yahya. Beliau berangkat ke tanah Suci menumpang
kapal laut. Ketika itu turut serta di dalam kapal tersebut al-Hajj Kontas,
yaitu ayah dari al-Hajj Ahmad Hasan. Al-Hajj Ahmad Hasan merupakan seorang
ulama yang koleksi buku-bukunya sekarang ini dikuasai oleh Perpustakaan MUI
Sumatera Utara, Medan ,
di jalan Sutomo Ujung. Beliau dikenal dengan ulama yang memilki perpustakaan
terlengkap.
Haji Abdurra`uf, ayah Syaikh Azra`i Abdurra`uf, sangat keras
dan disiplin mendidik anak-anaknya. Namun berbeda dengan sifat ibunya yang
lembut dan ramah dalam mengasuh putra-putrinya. Hal ini pula yang membuat
Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf memiliki sifat kelembutan dalam hal
menerima kebenaran.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf adalah keturunan ulama
dan orang terpelajar. Ditambah pula sahabat dan lingkungan keluarga ayah dan
ibunya merupakan orang-orang yang cinta
ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, maka tidak heran kalau di dalam keluarga ini
ditegakkan sendi-sendi ajaran Islam. Lingkungan keluarga yang demikian
membentuk prilaku Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf menjadi seorang yang
shalih sejak masa mudanya. Keshalihan itu merupakan bagian dari jati diri
syaikh itu sendiri hingga wafatnya.
Sebelum berangkat ke luar negeri ia sudah menguasai
lagu-lagu qashidah. Oleh karenanya, ia selalu diundang pada acara
hajatan seperti walimah ‘arus dan lainnya. Hal itu didukung pula oleh
kemerduan suaranya dan kefasihan lidahnya.
Sifat lainnya yang layak untuk diingat dari Syaikh Azra`i
Abdurra`uf Abdurra`uf adalah kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, khususnya
ilmu yang terkait dengan Alquran. Ia menguasai semua lagu-lagu alquran yang
popular dikumandangkan di tanah Arab, seperti hijaz, bayati, rasy,
dan lainnya. Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf tidak menyukai lagu-lagu
kreasi baru yang disipkan dari lagu-lagu non Arab, sebab hal itu akan
menghilangkan orisinalitas lagu.
Paling menonjol dari Syaikh Azra`i Abdurra`uf adalah, hampir
setiap kesempatan waktunya digunakan untuk memperdalamai seluk-beluk ilmu-ilmu
Alquran. Ia benar-benar mencintai Alquran dari segala segi. Di samping,
sifat-sifat yang disebutkan di atas, ia juga merupakan salah seorang ulama yang
mencoba menempatkan dirinya secara professional. Ia tidak mau menjawab
pertanyaan tentang hukum-hukum Islam secara terperinci dan intens, sebab hal
itu bukan disiplin ilmu yang digelutinya sebagaimana keseriusannya menggeluti
ilmu-ilmu Alquran.
E. Kehidupan
di Timur Tengah
Di Timur Tengah ia tinggal bersama dengan Syaikh Abdullah
Almandili, yaitu seorang warga negara Saudi keturunan Indonesia dari suku Mandailing.
Beliau memiliki hubungan keluarga dengan Syaikh Azra`i Abdurra`uf. Oleh sebab
itu, sebagaimana yang dituturkan al-Hajj Buya Bahrum Ahmad, Syaikh Azra`i
Abdurra`uf tidak mendapatkan kesulitan ekonomi ketika belajar di Saudi. Seluruh
kebutuhan hidupnya ditanggung oleh Syaikh Almandili dan kiraman dari orang
tuanya. Berbeda dengan para pelajar lainnya, mereka terpaksa hidup dalam
keterbatasan di Tanah Arab ini disebabkan krisis ekonomi dan politik pada Perang
Dunia Kedua. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang terpaksa hijrah dari Makkah
ke daerah lainnya untuk mencari nafkah. Di antaranya adalah Buya Bahrum Ahmad
sendiri, ia terpaksa hijrah ke Jeddah untuk mencari pekerjaan di tempat itu. Di
samping itu, ditemukan juga sebagian pelajar yang harus kembali ke Tanah Air
karena keadaan tersebut.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf sangat disenangi oleh penduduk kota Makkah, baik dari
penduduk asli Saudi sendiri maupun dari penduduk luar Saudi, seperti dari
Siria, Yaman, dan lainnya. Hal itu karena keelokan suaranya dan kefasihannya
melafalkan huruf-huruf Alquran. Bahkan Syaikh Ahmad Hijazi juga mengakui
kefasihannya dalam melafalkan makhraj-makhraj huruf Alquran. Ia juga
menguasai syair-syair dan bait-bait nyanyian Arab dengan baik. Karena
kepandaian itu ia sering diundang dan disuruh untuk membaca Alquran dan juga
melantukan nyanyian-nyanyian keislaman oleh penduduk setempat. Tidak terkecuali
juga untuk acara-acara walimah al-urusy (pesta perkawinan) ataupun
lainnya. Kerap juga ia melantunkan syair dan nyanyian ketika bulan purnama
untuk menikmati indahnya malam.[5]
Ketika ia memulai qasidahnya maka suasana pun menjadi hening karena ingin
menikmati bait demi bait syair dan nyanyian yang dilantunkannya.
Di Arab Saudi, Syaikh Azra`i Abdurra`uf juga mengikuti
kegiatan organisasi pelajar untuk melakukan dukungan terhadap kemerdekaan Tanah
Airnya. Mereka melakukan konsolidasi dan kekuatan politik umat Islam yang ada
di daerah itu untuk mendukung kemerdekaan Indonesia . Namun kegiatan herowik
ini tidak menjadikan Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf meninggalkan kegiatan
ilmiahnya. Bahkan hal itu dijadikannya sebagai bagian dari pengayaan
intelektualnya.
F.
Kembali ke Tanah Air
Setelah lima belas tahun
menimba ilmu di Saudi Arabia
dan Mesir, tepatnya pada tahun 1950, Syaikh Azra`i Abdurra`uf pulang ke tanah
air dengan membawa ilmu dan kitab-kitab. Setelah tiba di tanah air, ia dinikahkan
dengan Hajjah Masmelan Nasution. Hajjah Masmelan Nasution merupakan seorang
wanita dari suku Mandailing. Dari hasil pernikahan ini ia memiiki satu orang anak
yang diberi nama Nazlah.[6]
Ketika pulang ke Tanah Air Syaikh Azra`i Abdurra`uf tinggal di
Jalan Sei Deli Kampung Silalas Medan .
Namun saat ini rumah tersebut sudah dijual ahli warisnya. Oleh sebab itu, data
yang terkait dengan sisi kehidupan Syaikh Azra`i Abdurra`uf yang terkait dengan
rumahnya tersebut tidak ditemukan di sana .
Namun di daerah itu masih dapat ditemukan makam beliau.
Kegiatan sehari-hari Syaikh Azra`i Abdurra`uf di tanah air
adalah mengajar, menatar, dan memperdalam ilmunya dengan menalaah kitab-kitab.
Ia mengajar di Madrasah Diniyah, jalan Sungai Deli, kampung Silalas, bersama
al-Hajj Adnan Yahya dan al-Hajj Baha`uddin.
Semasa hidupnya, ia telah menjalani hampir seluruh Indonesia ,
untuk memberikan penataran dan pengajaran ilmu Alquran. Ia pernah mengajar di Padang , Palembang , Jambi,
Jawa, Maksar, Kalimantan , dan lainnya. Ia juga
diundang untuk menjadi dewan hakim nasional dan internasional, seperti Malaysia dan Saudi Arabia . Oleh sebab itu, tokoh
ini merupakan permata Sumatera Utara yang terabaikan oleh masyarakatnya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hajj Syamsul Anwar, begitu luas dan dalam
ilmu Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf, namun disayangkan perhatian
masyarakat untuk menimba ilmu darinya secara intens tidaklah begitu memadai.
Bahkan, tidak satu pun dari muridnya di daerah ini yang menguasai ilmu qira`at
dari beliau secara talaqi. Al-Hajj Syamsul Anwar sendiri mengakui bahwa,
kendatipun ia dinyatakan telah mewarisi ilmu Syaikh Azra`i Abdurra`uf dalam
bidang fashahah, namun ia mengakui bahwa ilmu itu hanya sedikit sekali
dibanding dengan kealiman ilmu Syaikh Azra`i Abdurra`uf.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf wafat pada tahun 1993 M. dalam usia
75 tahun. Warga kota Medan gempar dengan wafatnya Syaikh Azra`i
Abdurra`uf Abdurra`uf. Ribuan kaum muslimin hadir ke rumah duka untuk
menunjukkan rasa belasungkawa yang mendalam terhadapnya.
G.
Pendidikan Syekh Azra’i Abdurrauf
a.
Belajar Membaca
Alquran
Syaikh Azra`i Abdurra`uf pertama kali belajar Alquran adalah
dari ayahnya, Syaikh Abdurra`uf.[7]
Dari beliaulah Syaikh Azra`i Abdurra`uf mengenal huruf Hijaiyah hingga ia mahir
membaca Alquran. Metode yang diajarkan ayahnya ketika memperkenalkan
huruf-huruf hijaiyah tersebut adalah menggunakan metode al-Baghdadi. Metode ini
merupakan metode yang umum dipakai ketika itu untuk mengajarkan membaca huruf
Araf di Nusantara, bahkan di dunia Islam.
Selain belajar kepada ayahnya, ia juga belajar kepada
beberapa orang guru Alquran di kota
kelahirannya. Di antaranya adalah kepada al-Hajj Muhammad Ali, seolang ulama di
Sumatera utara yang mengausai ilmu tajwid dan penyebutan makhraj
huruf dengan baik. Sekarang ini, kita masih bisa menemukan makamnya di Paya
Geli Sumatera Utara. Dan yang terpenting, sebagaimana yang dikemukakan al-Hajj
Syamsul Anwar, Syaikh Abdurrauf menyuruh anaknya belajar kemanapun di daerah
ini ketika ia mengetahui ada guru Alquran yang benar-benar meguasai disiplin
ilmu ini. Oleh sebab itu, maka guru beliau ketika di Tanah Air sangat banyak. Ada yang mengatakan bahwa
sebagian dari kegiatan ayahnya adalah mencari informasi tentang guru-guru
Alquran agar anaknya dapat menimba ilmu darinya.
b.
Belajar Tajwid,
Tafsir, dan Lagu
Syaikh Abdurra`uf tidak saja mengajarkan dan memperkenalkan
membaca Alquran kepada anaknya, Syakih Azra`i, akan tetapi beliau juga
mengajarkan makharij al-Huruf dan ilmu tajwid dengan baik. Metode
yang digunakan ayahnya dalam ranah ini terbilang keras dan tegas. Hal itu tidak
lain agar Syaikh Azra`i Abdurra`uf kecil dapat membaca Alquran dengan baik dan
benar. Di antaranya dapat dilihat dari beberapa prilaku pembelajaran yang
diterapkan kepada Syaikh Azrai. Misalnya, beliau diperintahkan menaikkan lidah
di depan rumahnya ketika ia tidak tepat melafalkan huruf-huruf Alquran. Sebab,
pada waktu kecilnya, Syaikh Azra`i Abdurra`uf kurang fasih menyebutkan harf
ra`. Latihan ini sering dipraktekkan Syaikh Azra`i Abdurra`uf kecil untuk
melatih kefasihan bacaannya. Namun sikap keras ayahnya tersebut telah
menghantarkan beliau menjadi anak yang cerdas dan mahir melafalkan huruf-huruf
tersebut di usia dini.
Di samping ketegasan dan kedisiplinan ayahnya, ia juga
memang seorang anak muda yang tekun menggeluti ilmu Alquran. Sehingga, kemudian
hari ia menjadi ulama yang menguasai bidang keilmuan yang digelutinya. Bahkan
kemahirannya, dalam bidang tajwid dan qiraat, tidak memiliki tandingan hingga
hari ini di Sumatera Utara, bahkan di Indonesia .
2.
Pendidikan di Timur Tengah
a.
Belajar di
Makkah al-Mukarramah dan Berkumjung ke Madinah
Syaikh Azra`i Abdurra`uf belajar Alquran di Saudi Arabia
dengan Syaikh Ahmad Hijazi. Syaikh Ahmad Hijazi adalah seorang ulama yang
terkenal di dunia Islam pada zamannya. Ia digelar dengan Ra`is al-Qurra`.
Ia semakin popular ketika bukunya tersebar dan dipelajari di dunia Islam. Di
antaranya adalah al-Qaul as-Sadid fi `Ilm at-Tajwid. Buku ini menjadi
pegangan di al-Azhar, Mesir dan menjadi rujukan di dunia Islam dalam ranah ilmu
tajwid.
Selain belajar kepada Syaikh Ahmad Hijazi beliau juga
belajar kepada guru-guru dan ulama yang lain. Hal ini akan dijelaskan di dalam
pasal berikutnya, baik di dalam ilmu Alquran, hadis, maupun fikih. Di antara kegiatan Syaikh Azra`i Abdurra`uf
yang terpenting lainnya di tanah suci adalah mengahafal Alquran. Ia hanya
memerlukan waktu satu tahun dua bulan untuk mengafal tiga puluh juz Alquran
dengan baik. Ini merupakan waktu yang sangat cepat untuk murid Nusantara (`ajam)
yang berada di tanah suci. Metode hafalan yang dilakukannya adalah membaca,
menghafal, mentasmi`, dan mengulang bacaannya. Pada maktu malam ia menambah
hafalannya dan di waktu siang ia mengulang dan mentasmi`-nya. Umumnya
para penghafal Alquran baru bisa menyelesaikan hafalannya dengan baik
memerlukan waktu lebih dari dua tahun. Oleh sebab itu, kecepatan Syaikh Azra`i
Abdurra`uf menghafal Alquran menunjukkan bakatnya dan kecerdasannya yang luar
biasa dalam bidang ini.
Ia mengakhatamkan hafalan Alqurannya di depan makam
Rasulullah saw di Madinah al-Munawwarah. Ia melakukan perjalanan ke Madinah
dalam rangkan mencari ilmu dan pengalaman di kota Nabi tersebut. Namun, menurut informasi
yang diterima dari dari Syaikh Buya Bahrum Ahmad dan al-Ustaz Syamsul Anwar, ia
tidak lama berada di kota
Madinah tersebut, karena alasan-alasan tertentu.
b.
Belajar di
Mesir
Syaikh Azra`i Abdurra`uf belajar di al-Azhar, Mesir selama
empat tahun. Ia lebih banyak mengikuti halaqah-halaqah ulama yang ada di daerah
ini. Tidak diketahui informasi lebih jauh apakah beliau memasuki Universitar
al-Azhar atau hanya sekedar mengikuti halaqah-halaqah tertentu. Namun, umumnya,
anak-anak Nusantara yang ke Mesir selalu memasuki Universitas ini, sebagaimana
halnya para pendahulunya, seperti Syaikh Ismail Abdul Wahhab, seorang Ulama
Tanjungbalai Asahan, yang wafat dieksekusi Belanda ketiika pulang ke tanah Air.[8] Di
sini jugalah ia berkenalan lebih baik lagi dengan ulama-ualama mazhab Hanafi
dan literatur-literatur Hanafi di samping mazhab-mazhab Syafii. Namun karena
kecintaannya kepada ilmu-ilmu Alquran, maka di sinipun ia lebih memfokuskan
diri mempelajari disiplin tersebut.
H.
Guru dan Muridnya
Di antara gurunya di dalam bidang Alquran adalah ayahnya
sendiri, Syaikh Abdurra`uf. Sementara itu, Syaikh Abdurra`uf belajar belajar
kepada beberapa orang guru di tanah air, di antaranya adalah syaikh Hasan
Maksum imam paduka tuan. Syaikh Hasan Maksum merupakan seorang ulama yang
terkenal di Sumatera Utara yang pada waktu itu disebut dengan Sumatera Timur.
Ia dilahirkan pada tahun 1884 dan wafat
pada tahun 1937. Syaikh Hasan Maksum merupakan alumni Timur tengah. Ia belajar ilmu fiqh kepada Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi.
Ia juga pernah belajar kepada Ahmad Khayyath dalam ilmu tasawuf.[9]
Dari ayahnyalah Syaikh Azra`i Abdurra`uf mempelajari
dasar-dasar membaca Alquran dan ilmu keisalaman lainnya. Ia juga belajar
beberapa disiplin ilmu keislaman kepada beberapa ulama yang ada di Timur tengah
pada waktu itu.
Di antara guru Syaikh Azra`i Abdurra`uf yang terpenting di
Tanah Air setelah ayahnya adalah Syaikh Muhammad Ali. Kepada Syaikh inilah ia
belajar ilmu tajwid dan fashahah al-Quran, bahkan juga terhadap
lagu-lagu Alquran dan qashidah. Syaikh al-Hajj Muhammad Ali merupakan
orang yang terpandang dalam ranah ilmu-ilmu Alquran pada waktu itu di
lingkungannya.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf sempat belajar beberapa disiplin
ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti Nahwu, Sharf, Ma`ani, dan lainnya kepada
beberapa orang guru yang adala di Tanah Air. Pengetahuan inilah yang mendukung
kegiatan belajar Syaikh Azra`i Abdurra`uf di Timur Tengah nantinya.
Di Saudi Arabia Syaikh Azra`i Abdurra`uf belar ilmu Alquran kepada
Syaikh Ahmad Hijazi, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Syaikh Ahmad
Hijazi merupakan ulama yang terkenal dan menjadi bahan rujukan di Makkah dan Dunia
Islam. Syaikh Ahmad Hijazi memiliki sanad dalam ilmu Alquran, baik ilmu
tajwid maupun ilmu qiraat sampai kepada Rasulullah saw. Oleh sebab itu, beliau
menjadi rujukan kaum muslimin yang belajar di Makkah al-Mukkaramah. Sanad
itu dimiliki oleh Syaikh Azrai, sehingga ia mendapat ijazah dalam ilmju tajwid,
fashahah, dan qira`at. Oleh sebab itu, ia berhak untuk untuk
melanjutkan sanadnya kepada murid-muridnya. Belakangan, setelah di Tanah Air,
Syaikh Azra`i Abdurra`uf sangat mengabil perhatian dalam hal ini. Ia selalu
mengkritik orang-orang yang membaca Alquran dengan qira`ah sab`ah hanya
dengan membaca dari leteratur tanpa ada sanad dan tanpa talaqi
kepada Syaikh qira`at. Sebab, ilmu membaca ini tidak bisa hanya dilihat
di buku tanpa dipelajari secara langsung dari ahlinya, karena ia terkait dengan
makhraj yang harus didengar langsung dari guru.
Selain belajar ilmu-ilmu Alquran, ia belajar ilmu-ilmu
lainnya seperti imu hadis dan fiqh. Disebutkan bahwa ia belajar kepada beberapa
orang Syaikh di Masjidil Haram dan sekitarnya. Di antaranya adalah kepada
Syaikh Sayyid Alawi al-Maliki, ayah dari Syaikh Muhammad Alawi, dalam mazhab
Maliki.[10]
Ia juga belajar ilmu fiqh kepada syaikh Hasan al-Yamani dalam mazhab Syafii.
Syaikh Hasan al-Yamani adalah ayah dari Zaki al-Yamani, yang pernah menjabat
mentri perminyakan Arab Saudi dan penulis beberapa buku keislaman yang bermutu.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf juga belajar ilmu hadis kepada beberapa orang ulama di
antaranya Syaikh Hasan Marsyad dan Syaikh Umar Hamdan al-Maghribi. Selain itu
ia juga belajar kepada Syaikh Muhammad Hamdan al-Kutubi dan Syaikh Muhammad
Syihabuddin di Masjid al-Haram. Syaikh Muhammad Syihabuddin adalah salah
seorang ulama Sumatera Utara yang mengajar di Masjidil Haram, Makkah
al-Mukarramah.
Di Saudi ia belajar ilmu-ilmu keislaman secara khusus di
sekolah al-Falah. Ini merupakan sebuah sekolah yang jarang dimasuki oleh
murid-murid dari Asia Tenggara pada masaya. Di sekolah ini umumnya diisi oleh
orang-orang Arab. Kesempatan itu diperoleh oleh Syaikh Azra`i Abdurra`uf karena
bantuan dari Syaikh Abdullah al-Mandili. Oleh sebab itu, maka Syaikh Azra`i
Abdurra`uf lebih mahir dan fasih berbahasa Arab ketimbang teman-teman dari
Nusantara. Sebab ia bergaul secara intens dengan anak-anak Arab tersebut.
Murid-murid dari Nusantara umumnya belajar di Madrasah Dar al-Ulum
sebagaimana teman beliau Syaikh Buya Bahrum Ahmad. Selain itu, murid-murid
nusantara juga banyak belajar di Madrasah Saulatiyah.
Khusus
dalam bidang ilmu tajwid (fashahah), Syaikh Azra`i Abdurra`uf memiliki
murid yang sangat banyak. Di antara murid-muridnya yang belajar ilmu tajwid
Al-Quran kepadanya, lewat bimbingannya, tidak sedikit yang menjadi qurra`
terbaik pada tingkat Nasional dan Internasioanl.[11] Di antara muridnya yang konsisten belajar
kepadanya adalah al-Hajj Syamsul Anwar, al-Hajj Yusdarli Amar, al-Hajj Fadlan Zainuddin, dan lainnya.
J. Kiprah dan Apresiasi terhadap Syaikh
Azra’i Abdurrauf
Di antara kiprah perjuangan Syaikh
Azra`i Abdurra`uf adalah:
1.
Guru al-Qur`an di Berbagai Tempat
a.
Mengajar di
Rumah
Di antara kegiatan pengabdian ilmiah Syaikh Azra`i
Abdurra`uf yang terpenting adalah mengadakan halaqah setiap hari di
rumahnya.
b.
Mengajar di
Halaqah Kaum Ibu
Ia juga menyisihkan waktunya khusus untuk kaum ibu di
berbagai tempat. Di antaranya adalah di rumah Hj. Rohani, istri dari Letkol
H.O.Z. Ownie. Kemudian, ia juga mengajar di rumah Hasyim, MT. Ia
mengajarkan kepada kaum ibu di seputar ilmu Al-Qur`an, khususnya tentang bidang
penafsiran Al-Qur`an.
c.
Mengajar di
Maktab dan Universitas
Sebelum berangkat ke Tanah Suci, Syaikh Azra`i Abdurra`uf
mengajar di Maktab Zaini Usman di Jalan Waringin Jati dan di beberapa mesjid di
Kota Medan. Setelah kembali ke tanah air ia pernah mengajar di UISU, Medan . Selain mengajar di
Universitas tersebut, ia juga mengajar di Madrasah Diniyah Kampung Silalas
bersama dengan Syaikh al-Hajj Adnan Yahya, salah seorang temannya di Saudi Arabia .
d.
Mengajar di
LPTQ dan Penatar tingkat Nasional
Tidak diragukan lagi bahwa Syaikh Azra`i Abdurra`uf memiliki
andil yang sangat besar memasyarakan al-Qur`an dalam bidang membaca dan tajwid
al-Quran, di kota Medan . Tidak terkecuali juga di Tanah Air dan
kawasan Asia Tenggara.
Beliau juga dikenal sebagai penatar Senior Dewan Hakim
(juri) musabaqah Tilawah al-Quran di Pangkalan Masyhur, Medan ,
Jakarta , dan
dibeberapa tempat lainnya di Nusantara.
2.
Juri Al-Qur`an di Tingkat Nasional dan Internasional
a.
Juri di Tingkat
Nasional
Keadaan atau kedudukannya sebagai ulama dalam ilmu fasahah
dan ilmu qiraat sab’ah sebagaimana yang disebut sebelumnya mendapat
pengakuan secara nasional. Hal itu terbukti, beliau dipercaya semasa hidupnya
sebagai dewan juri hampir sepanjang usianya setelah kembali ke Nusantara.
b.
Juri di Tingkat
Internasional
Selain menjadi dewan juri secara Nasional ia juga dipercaya
sebagai dewan hakim MTQ pada even-even Internasional
seperti di Makkah al-Mukarramah dan negara jiran Malaysia . Ini suatu bukti bahwa
keilmuan Syaikh Azra`i Abdurra`uf mendapat pengakuan internasional.
3.
Menulis Makalah dan Buku
a.
Menulis makalah
Di samping kegiatan dakwah dan mengajarkan al-Qur`an kepada
masyarakat. Ia juga menyempatkan dirinya menulis makalah yang terkait dengan
ilmu al-Qur`an, yaitu muali ilmu tajwid, fashahah, maupun tafsir. Oleh sebab
itu, keilmuan Syaikh Azrai tidak saja terkandung di dalam ingatan dan hatinya,
tetapi juga ia mampu menunagkannya di dalam bentuk tulisan yang berbobot.[12]
b.
Tafsir
Syaikh Azra`i Abdurra`uf juga menulis sebuah buku tafsir[13]
yang sangat baik dan informatif. [14]
Bahkan di dalam buku tersebut memuat tentang ulum al-Quran yang sangat baik
untuk dijadikan pedoman dalam mepelajari kajian tafsir. [15]
c.
Koreksi
Di antara kelebihan Syaikh Azra`i, ia mampu meresfon kondisi
yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang terkait dengan al-Qur`an. Sebuah
bukunya membicarakan seputar kesalahan beberapa penerbit dalam menuliskan
mushaf al-Qur`an. [16]
4.
Prestasi dan Apresiasi
a.
Memiliki
Kepaduan Ilmu Al-Qur`an
Keahliannya terhadap ilmu Al-Qur`an tidak saja pada
kemahiran membaca dan kebagusan tajwid, tetapi juga dalam pemahaman makna dan kontekstualisasinya.
b.
Pengisi `Iza`ah
al-Qur`an di Saudi
Syakh Azra`i merupakan orang non Arab pertama yang mengisi `iza`ah
al-Qur`an. Beliau diberi kesempatan untuk mengisi acara radio membacakan
ayat-ayat al-Qur`an. Bahkan, menurut informasi dari Syaikh al-Hajj Buya Bahrum
Ahmad, Syaikh Azra`i bukan saja orang pertama dari masyarakat ajam yang membaca
al-Quran pada ketika itu tetapi orang perdana yang melakukannya pada radio
Saudi Arabia.
Sewaktu mudanya, Syaikh Azra`i Abdurra`uf pernah memenangkan
musabaqah tilawah al-Quran di kota
Binjai. Waktu kota
ini termasuk bagian dari Sumatera Timur.
c.
Mendapat
Penghargaan
Jasa besar yaikh Azrai di bidang al-Qur`an mendapat
penghargaan dari Lembaga al-Qur`an Pusat. Pada tahun 1953, ia juga diangkat
menjadi Guru Besar Hafiz al-Qur`an pada perguruan Tinggi Tanjung Limau Simabur
Padang Panjang. Namun, penghargaan itu tidak ditemukan dari lembaga keagamaan
atau pemerintah di Sumatera Utara.
d.
Beliau juga
pernah mendirikan Jam`iyah al-Qurra`
Jam`iyah al-Qurra` adalah sebuah
lembaga untuk mengkaji dan menyebarkan ilmu-ilmu al-Qur`an. Perkumpulan ini
diasaskan kepada ajaran Islam. Tujuannya adalah untuk memelihara Al-Qur`an
dengan arti yang luas. Upaya yang dilakukan lembaga ini adalah:
K.
Keilmuan Dan Pemikiran Syekh
Azra’i Abdurrauf Di Seputar Alqur`an
1. Pemikiran di dalam Karya-karya Syaikh Azra`i
Abdurra`uf Non Tafsir
Di
antara pemikiran yang terpenting Syaikh Azra`i Abdurra`uf adalah mengenai
ilmu-ilmu al-Qur`an. Di dalam pembahasan ini, penulis akan menguraikannya
dengan cara meneliti dan mengungkap kajian-kajian yang dilakukannya di dalam
kitab-kitab dan makalah yang beliau tulis yang berkaitan dengan tajwid, fashahah,
tashhih, dan lagu.
- Pedoman Perhakiman Musabaqah
Tilawatil Quran
Tulisani
ini berbentuk makalah yang ditulis dengan akasara Arab-Jawi. Makalah ini dibagi
ke dalam enam sub bahasan. Di antaranya adalah pendahuluan tanpa judul;
masalah-masalah tajwid; al-waqf wa al-ibtida`; masalah lagu dalam perhakiman
musabaqah; cara-cara penilaian lagu; dan pedoman-pedoman yang menurunkan
nilai-nilai peserta.[17]
Tulisan
ini merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diketahui bagi para hakim.
Sebab, pada awalnya tidak ditemukan kata sepakat yang dilakukan oleh para hakim
tentang asfek-asfek penilaian. Ini merupakan sebuah karya orisinal yang
ditemukan di dalam karya-karya yang terkait dengan pedoman perhakiman di ranah
musabaqah.
Dalam
pasal selanjutnya Syaikh membahas tentang cara-cara penilaian lagu. Ada beberapa pedoman yang
ditulis beliau dalam hal ini.
·
ketinggian mutu
keindahan lagu itu sesuai dengan hukum-hukum tajwid.
·
ketika
membawkan lagu-lagu al-Qur`an haruslah merupakan ‘arbiyah al-Qur`an”.
Maksudnya, terpelihara dari bentuk-bentuk lagu yang disuarakan itu dari irama ajam
(non Arab) yang membuat kelitu “Arabiyatul quran” sesuai dengan tunjukan ayat
yang terdapat pada surah az-Zumar:
قرأنا عربيا غير
ذي عوج لعلهم يتقون
·
ketika
membawakan lagu dalam keadaan dada yang tenang tidak berdebar-debar diserta
nafas yang kuat.
·
dapat merupakan
keindahan lagu pada tiap-tiap mahath dengan tidak menyalahi hukum waqaf agar
keindahannya tidak sia-sia dalam satu pernafasan.
·
kemurnian daya
suara dengan maksud tidak menurun dan tidak serak, hingga mengakhiri bacaan.
·
dapat
memperhitungkan keseimbangan suara dalam pemindahan lagu atau pelanjutan bacaan
sesudahnya.
Setelah
menjelaskan permasalahan yang tekait dengan selebuk-beluk penilaian lagu,
Syaikh Azra`i Abdurra`uf mengemukakan pula pedoman tentang hal-hal yang
menurunkan nilai peserta musabaqah tilawah quran. Di nataranya adalah:
·
tidak sejalan
keindahan lagu dengan hukum-hukum keindahan tajwid yang sah.
·
lagu-lagu yang
dipakai menghilangkan khabariyah al-Qur`an
·
membawakan lagu
yang rusak, baik disebabkan dada yang berdebar-debar; atau tidak berdayanya
lagi nafas yang menjelang habisnya atau dengan sebab apapun juga.
·
kerusakan lagu
di mahath ketika berwaqaf, padahal puncak keindahan itu adalah pada mahath
sekalipun berkurang waktu perjalanan bacaan itu.
·
suara yang
mengalami kelemahan di waktu dalam perjalanan bacaan disebabkan menurunnya daya
tahan suara atau disebabkan serak.
·
tidak adanya
keseimbangan kehendak lagu dengan daya tahan suara dengan maksud memaksakan
suara ketika membawakan lagu yang tinggi yang tidak tercapai suara ataupun
tercapainya dengan susah payah sehingga tidak terasa keindahannya lagi.
·
Terdapat
keseimbangan suara pada waktu pemindahan lagu atau pelanjutan bacaan sesudah
berwaqaf.
Berdasarkan
deskripsi di atas ditemukan bahwa kaidah-kaidah penilain lagu ini, merupakan
salah satu upaya Syaikh Azra`i Abdurra`uf untuk memberikan gambaran aplikatif
dalam melakukan penilaian terhadap peserta musabaqah.
- Ralat al-Qur`an: Jam`iyah
al-Qurra`
Buku
ini ditulis adalah untuk menunjukkan kekeliruan di dalam penulisan Al-Qur`an
yang dilakukan oleh beberapa penerbit. Di antaranya adalah penerbit
al-Mathba`ah al-Mishriyah, Cirebon , Sinar
Kebudayaan Islam Jakarta, dan al-Ma`arif, Bandung .
Koreksi
yang dilakukan oleh Syaikh Azra`i Abdurra`uf tersebut merupakan kepedulian
beliau terhadap kemurniaan Al-Qur`an. Dalam hal ini kaum muslimin berutang
besar kepada beliau atas usahanya memurnikan dan meluruskan penulisan Al-Qur`an
di tanah air.
- Penulisan Al-Qur`an dengan
Huruf-Huruf Selain Huruf Arab
Buku ini berawal dari makalah yang
ditulis oleh Syaikh Azra`i Abdurra`uf atas permintaan Majlis Ulama Indonesia,
Sumatera Utara. Buku ini ditulis pada tahun 1989. Kendatipun buku ini mengambil
judul yang sangat luas, yaitu mencakup seluruh huruf atau aksara di dunia ini,
namun Syaikh hanya mengkhususkannya pada ranah Penulisan Al-Qur`an dengan
Huruf-Huruf Latin semata. Oleh sebab itu, maka yang ditemukakan di dalam
tulisan ini adalah tentang kajian di seputar huruf latin.
Jika
transliterasi memang dirasa perlu untuk hal-hal lain, maka Syaikh Azra`i
Abdurra`uf berpendapat perlunya melakukan penelitian yang lebih mendalam dan
pengkajian yang lengkap, agar hal tersebut dapat dilakukan dengan penyelesaian
yang terbaik.
Keniscayaan
mempelajari dan membaca al-Qur`an dari aksara al-Qur`an dan tajwidnya didasari
kerangka pikir bahwa dalam membaca al-Qur`an itu ada hukum wajib dan ada hukum
haram. Inilah salah satu menjadi alasan keberatan Syaikh Azra`i Abdurra`uf
dalam melakukan transliterasi.
2. Pemikiran di dalam
Karya-karya Syaikh Azra`i
Abdurra`uf dalam Ilmu al-Qur`an
Syaikh
Azra`i Abdurra`uf juga meninggalkan catatannya tentang sekilas ilmu al-Qur`an dan tafsir. Hal ini
ditemukan ketika beliau akan membahas penafsiran Al-Qur`an. Di dalam makalah
tersebut belaiu menguraikan beberapa hal yang perlu diketahui oleh yang ingin
mengetahui tentang penafsiran al-Qur`an. Namun umumnya, apa yang dilakukan oleh
Syaikh Azra`i Abdurra`uf dalam penjelasan ulmu al-quran tersebut hanyalah
sebagai transfer ilmu dari buku-buku bahasa Arab ke dalam tulisan Jawi.
3. Pemikiran di dalam Karya Tafsir Syaikh Azra`i Abdurra`uf
Di dalam Tafsir
Buku
yang ditulis Syaikh Azra`i Abdurra`uf berkenaan dengan tafsir hanya sebagian
kecil dari kegiatan penafsirannya terhadap Al-Qur`an dari sekian banyak yang
diajarkannya kepada murid, majlis, halaqah, dan mahasiswanya. Namun, dari
makalah dan tulisan tersebut kita dapat sedikit menelusuri kerangka berfikir
dan corak penafsiran yang beliau pakai ketika menafsirkan al-Qur`an.
a.
Secara
metodologis tafsîr Al-Qur`an dibagi ke dalam empat klasifikasi, yaitu
metode ijmâli, metode tahlîli, metode muqârin, dan metode maudu‘i.
Berdasarkan
dari hasil penelitian bahwa tafsir Syaikh Azra`i Abdurra`uf, pada satu sisi
termasuk tafsir tahlili. Sebab urainnya tergolong panjang dengan
memasukkan barbagai asfek penafsiran, namun tafsir ini tidak mencakup
keseluruhan ayat-ayat Al-Qur`an. Di sinilah penggolongannya ke dalam tafsir tahlili
tidak dapat digolongkan secara mutlak.
Dalam pada itu, jikla diperbandingkan
pula dengan tafsir maudhu`i, ijmali, dan muqarin, maka tafsir beliau tidak
dapat digolongkan ke dalam salah satu dari metode ini, sebab karakteristik
masing-masing metode tidak terakomadasi di dalam ciri-ciri penafsiran beliau. Oleh
seba itu, maka tafsir yang disajikan oleh Syaikh Azra`I adalah metode ilhadi
yang keluar dari metode yang ada.
Jika
dilihat pada asfek corak, maka tafsir Syaikh Azra`i Abdurra`uf, ia lebih
cenderung ke dalam corak fiqhi, kendatipun ia juga membahas asfek-asfek lainnya
dari kandungan ayat. Namun, warna fiqh ini tetap konsisten terlihat di dalam penafsirannya.
Jika
dilihat dari segi sumber penafsiran, maka Tafsir Syaikh Azra`i Abdurra`uf lebih
mengedepankan tafsir ijtihadi ketimbang naqli. Oleh sebab itu, tafsir Syaikh Azra`i Abdurra`uf tersebut
dapat digolongkan ke dalam tafsir ini.
L. Penutup
Syaikh Azra`i
Abdurra`uf dilahirkan 1918 M. di Medan, Sumatera Utara. Ayahnya, Syaikh
Abdurra`uf adalah salah seorang ulama terkenal di Sumatera Utara, kususnya di kota Medan .
Beliau disebut-sebut mewarisi ilmu dan kitab-kitab Syaikh Hasan Ma`sum serta hak
cetak terhadap kitab-kitab beliau.
Syaikh Azra`i
Abdurra`uf berangkat ke Saudi
Arabia pada tahun 1935 M. dan kembali ke
tanah Air pada tahun 1950. Ia merupakan guru bangsa dalam hal tajwid dan
qira`ah al-Qur`an. Semasa hidupnya, ia telah menjalani hampir seluruh wilayah Indonesia
dan dunia Internasional sebagai guru dan juri.
Di antara kegiatan
pengabdian ilmiah Syaikh Azra`i Abdurra`uf yang terpenting adalah mengadakan halaqah
setiap hari. Ia mengajar di berbagai maktab dan Universitas, di LPTQ dan Penatar
tingkat Nasional, serta dewan juri Nasional dan internasional. Ia juga penulis
produktif yang dibuktikan dari beberapa hasil tulisannya. Ia juga memiliki
kepaduan ilmu al-Qur`an. Syakh Azra`i merupakan orang non Arab pertama yang
mengisi `iza`ah al-Qur`an. Ia juga pernah memenangkan musabaqah
tilawah al-Quran, mendapat penghargaan dari Lembaga al-Qur`an Pusat. Pada
tahun 1953, ia juga diangkat menjadi Guru Besar Hafiz al-Qur`an pada
perguruantinggi Tanjung Limau Simabur Padang Panjang. Beliau juga pernah
mendirikan Jam`iyah al-Qurra` untuk mengkaji dan menyebarkan ilmu-ilmu
al-Qur`an. Karya-karyanya, baik berkenaan dengan tafsir maupun yang lainnya
menunjukkan bahwa beliau memiliki keilmuan yang kuat dan mendalam tentang
persoalan ilmu-ilmu Alquran.
M. Daftar Bacaan
Al-Qur`an al-Karim
Abdul
Azis, et.all (Editor), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve, 2003
Ahmad
Syurbasyi, Qissah al-Tafsir, terj., Studi Tentang Sejarah Tafsir
Al-Qur`an al-Karim, Kalam Mulia, Jakarta ,
1999.
Ahmad
Zuhri, Studi Tafsir al-Qur`an Sebuah Pengantar, (ed. Husnel Anwar
Matondang), Hijri, Jakarta ,
2005.
___________,
Risalah tafsir; Berinteraksi dengan Al-Qur`an Versi Imam al-Ghazali, Cipta
Pustaka, Bandung ,
2007.
Badr
al-Din Muhammad bin Abdillah al-Zarka-syi, al-Burhan fi Ulum al-Qur`an,
Juz I, Dar al-Ihya` al-Kutub al-Arabiyah, 1957.
Bambang
Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet.3, 2001
Chaidir
Abdul Wahhab, Membedah Metodologi Tafsir Ahkam (ed. Husnel Anwar Matondang),
Cipta Pustaka, Jakarta ,
2005.
Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve, 1999.
Hadari
Nawawi dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992.
Husnel
Anwar, Kewajiban Tuhan: Pemikiran Kontroversial Ulama Tanjungbalai Asahan
Syaikh Ismail Abdul Wahhab, LP2IK Medan ,
2004.
Lois
Ma`luf, al-Munjid Fi al-Lugah Wa al-A`lam, Dar al-Masyriq, Birut,
Libanon, 1986.
Moh.
Nazir, Metode Penelitian, Jakarta , Ghalia
Indonesia ,
1985.
Muhammad
Ali al-Sabuni, al-Tibyan Fi ‘Ulum al-Qur`an, ‘Alim al-Kutub, Bairut,
Libanon, 1985.
Nashruddin
Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur`an, Pusstaka Pelaajar, Yogyakarta , 1998.
Noah
Webster, Webster’s New Twentieth Century Dictionary, William Collins,
Amerika Serikat, 1980.
Syaikh Azrai
Abdurrauf, Pedoman Perhakiman Musabaqah Tilawatil Quran, Makalah, tt.
______________________,
Tafsir al-Qur`an: Surah al-Fatihah wa al-Baqarah wa Yasain, tt.
Taliziduhu
Naraha, Research Teori Metodologi Administrasi, Jakarta : Bina Aksara, 1985.
W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia ,
Jakarta : Balai
Pustaka, 1982.
[1] Taliziduhu Naraha, Research
Teori Metodologi Administrasi, Jakarta :
Bina Aksara, 1985, h. 105 – 106. Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,
Jakarta : Raja
Grafindo Persada, Cet.3, 2001, h 36. Lihat juga, Moh. Nazir, Metode
Penelitian, Jakarta , Ghalia Indonesia ,
1985, h. 51.
[2] Hadari Nawawi dan Martini
Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta :
Gajah Mada University Press, 1992, h. 213.
[3] Seluruh data yang terkait
dengan sejarah di dalam bab ini merupakan hasil wawancara dengan dua orang
tokoh kunci dalam penelitian ini, yaitu al-Hajj Buya Bahrum Ahmad. Tokoh ini
adalah teman Syaikh Azra`I Abdurra`uf di Nusantara dan Sa`udi Arabia .
Kedua adalah al-Hajj Syamsul Anwar, murid terlama dan kesayangan dari Syaikh
Azra`I Abdurra`uf. Oleh sebab itu, di dalam hal ini, penulis tidak lagi
memberikan catatan kaki terhadap hasil wawancara tersebut.
[4] Syaikh Abdurrauf meninggal di
Makkah ketika berkunjung ke tanah Suci dan menjenguk anaknya Asma`i di Saudi Arabia .
[5] Wawamcara dengan syaikh Buya
al-hajj Bahrum Ahmad pada jam 20 WIB tanggal 3 September 2007.
[6] Anak beliau ini sekarang
tinggal di Jambi dan menikah dengan seorang dokter.
[7] Seluruh data yang terkait
dengan sejarah di dalam bab ini merupakan hasil wawancara dengan dua orang
tokoh kunci sebagaimana yang disebutkan pada bab sebelumnya, yaitu al-Hajj Buya
Bahrum Ahmad dan al-Hajj Syamsul Anwar.
[8] Syaikh Ismail Abdul Wahhab
adalah salah seorang ulama besar yang menggerakkan perjuangan kaum muslimin di
Tanjungbalai asahan untuk menentang penjajahan belanda. Ia wafat dieksekusi
belanda di penjara simardan tanjungbalai asahan. Tokoh ini telah menulis kitab
yang berjudul Burhan al-Ma`rifah. Buku ini berupakan upaya Syaikh Ismail Abdul
Wahhab untuk menggerakkan semangat jihad kaum muslimin dari sisi teologisnya.
Lihat Husnel Anwar, Kewajiban Tuhan: Pemikiran Kontroversial Ulama
Tanjungbalai Asahan Syaikh Ismail Abdul Wahhab, LP2IK Medan , 2004.
[9] Syaikh Hasan Maksum merupakan
guru dari beberapa ulama yang terkemuka di sumatera utara lainya. Sekedar
menunjukan beberapa di antaranya yaitu Syaikh Abdurraman Syihab, Tuan Arsyad
Thalib Lubis, Ustaz Ilyas Kadi, dan Syaikh Aburrauf. Mumurid beliau inilah
belakangan menjadi ulama terkemuka di sumatera setelah wafatnya syaikh hasan
maksum.
[10] Setelah kewafatan ayahnya,
Syaikh Muhammad Alawi mewnggantikan ayahnya mengajar dalam ilmu hadis dan fiqh.
Pemikirannya banyak sekali berseberangan dengan pemikiran Wahabi yang menjadi
rujukan sekarang ini di Saudi
Arabia . Lihat KH. Chaidir Abdul Wahhab, ed.
Husnel Anwar Matondang, Membedah Metodologi Tafsir, Cipta Pustaka, Bandung , 2005, h. 13.
[11] Informasi tentang Syekh H.
Azra’i Abdurrauf tersebut di atas, didapatkan dari dan berdasar keterangan tiga
orang yang pernah menjadi murid beliau.
[12] Bersumber dari draf makalah
byang terkait dengan tulisan beliau.
[13] Draf buku ini belum
diterbitkan, masih berbentuk manuskrif.
[14] Bersumber dari draf makalah
byang terkait dengan tulisan beliau.
[15] Bersumber dari draf makalah
byang terkait dengan tulisan beliau.
[16] Bersumber dari draf makalah
byang terkait dengan tulisan beliau.
[17]Syaikh Azrai
Abdurrauf, Pedoman Perhakiman Musabaqah Tilawatil Quran, Makalah, tt.,
h. 1.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus