Rabu, 29 Agustus 2012

zyekh Azra,i - Makalah


KONTRIBUSI
SYAIKH AZRA’I ABDURRAUF
DALAM PENGMBANGAN ILMU ALQURAN
DI SUMATERA UTARA

Oleh: Dr. H. Ahmad Zuhri, MA
Latar belakang dilakukannya kajian ini berangkat dari sebuah hipotesis bahwa Syaikh Azra’i Abdurrauf yang diyakini sebagai ahli ilmu al-Qur`an yang banyak berjasa dalam pengembangan kajian al-Quran bagi masyarakat Sumatera Utara secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum. Hipotesis itu berangkat dari temuan-temuan awal bahwa tokoh ini memiliki karya-karya tentang al-Quran dan pemberitaan di tengah-tengah masyarakat tentang keberadaannya. Untuk membuktikan hal itu maka dilakukan penelitian tentang beliau yang menitikberatkan pada penjajakan tokoh dan karya-karyanya, yaitu: Siapakah sebenarnya Syaikh Azra`i Abdurra`uf dan bagaimana kontribusi dan pemikirannya di seputar ilmu al-Quran di Sumatera Utara. Akhirnya penelitian berhasil menemukan bahwa tokoh ini memiliki kontribusi yang besar di Sumatera Utara secara khusus, dan Indonesia secara umum, sebagai sosok yang berperan aktif memasyarakatkan penjurian dan pengkajian Alquran.

Terma Kunci:
Ketokohan Syaikh Azra’i Abdurrauf, ilmu al-Qur`an, dan kontribusi.

A.  Pendahuluan

Syaikh H. Azra’i Abdurrauf adalah seorang ulama kharismatik Sumatera Utara. Beliau merupakan seorang hafiz Alquran, menguasai ilmu Alquran, bahasa Arab, dan ilmu keislaman lainnya. Beliau banyak berkiprah dalam mengajarkan ilmu-ilmu keislaman, khususnya ilmu al-Qur’an di dalam negeri maupun di luar negeri. 
Kedudukannya sebagai ulama yang ahli ilmu fasahah dan ilmu qiraat sab’ah, diperkuat dengan keberadaannya sebagai Dewan Hakim (dewan juri) MTQ pada even-even internasioanal seperti di tanah air, Makkah al-Mukarramah, dan negara jiran tetangga Malaysia.
Berdasarkan deskripsi di atas, dapat dipahami bahwa beliau merupakan seorang sosok yang memiliki peran dalam hal melahirkan tokoh-tokoh generasi muda di tanah air, khususnya di Sumatera Utara. Namun ketokohan dan peranannya tersebut tak terlihat di dalam catatan sejarah dan cenderung akan menghilang seiring dengan wafatnya. Oleh sebab itu, penelitian ini merupakan sebuah upaya merkam sejarah tersebut di dalam bentuk penelitian.

B.  Rumusan Masalah

Dari deskripsi di atas dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1.       Siapakah sebenarnya Syaikh Azra`I Abdurra`uf
2.       Bagaimana kontribusi dan pemikirannya di seputar ilmu al-Quran di Sumatera Utara?

C.  Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tentang seseorang yang dikonsepsikan sebagai tokoh. Berdasarkan hal ini, di dalam pelaksanaannya penelitian ini dengan melihat kepada sifat permasalahannya menggunakan metode deskriptif. Yaitu berupaya menemukan pengetahuan tentang seluas-luasnya mengenai profil Syaikh Azra’i Abdurra`uf. Setelah itu, dideskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat.[1]
Berkenaan dengan pengolahan dan analisa datanya, maka penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data yang terkumpul yang terkait dengan profil Syaikh Azra’i Abdurrauf akan diolah dan dianalisa secara kualitatif. [2] 
Adapun langkah-langkah atau tahapan-tahapan dari pelaksanaan penelitian ini adalah pertama mencari dan menemukan nara sumber atau informan yang tepat. Dalam hal ini murid-muridnya dan keluarganya menjadi rujukan. Kedua, mengumpul data dari para informan tersebut baik dengan wawancara, maupun dengan mengcopy naskah-naskah yang ada. Ketiga melakukan pengolahan dan analisa data bersamaan dengan proses penghimpunan data dalam rangka mendapatkan suatu temuan sebagai hasil penelitian. Keempat, membuat draft laporan serta menyusun laporan hasil penelitian. Kelima, melakukan seminar terhadap laporan hasil penelitian. Terakhir membuat laporan hasil penelitian. 

D. Riyawat Hidup Syaikh Azra’i Abdurrauf
Nama tokoh yang dikaji dalam penelitian ini adalah Syaikh Azra`i Abdurra`uf.[3] Dari nama ini dapat diketahui bahwa ayahnya bernama Abdurra`uf bin Abdurrahman.[4] Ibunya bernama Hj. Zubaidah binti Musa Nasution. Kakek dan neneknya berasal dari daerah Rantonatas berdekatan dengan Pagur, sebuah desa di Mandailing Natal. Oleh karena itu, sebenarnya ia memiliki marga sebagaimana layaknya penduduk asal Tapanuli selatan. Menurut informasi dari salah seorang muridnya, al-Hajj Syamsul Anwar, ia bermarga Nasutioan. Namun, marga ini tidak dipakai di akhir namanya sebagaimana layaknya orang-orang dari Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Karo, dan Simalungun. Hal ini dimungkinkan karena upaya adaptasi dan pembauran dengan Masyarakat Melayu Deli di kota Medan.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf dilahirkan 1918 M. di Medan, Sumatera Utara. Ia bersaudara sebanyak tiga orang, yaitu beliau sendiri sebagai anak yang tertua, Syaikh Asmu`i (Asma`i), dan seorang perempuan bernama Rabi`ah. Adiknya, Syaikh Asmu`i bermukim di Makkah dan menjadi ahli fiqh di negara ini. Ia menjadi warga Saudi dan menikah dengan seorang wanita Arab berdarah Indonesia yang sudah turun-temurun tinggal di wilayah ini.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf berangkat ke Saudi Arabia pada tahun 1935 M. bersama dengan al-Haji Adnan Yahya. Beliau berangkat ke tanah Suci menumpang kapal laut. Ketika itu turut serta di dalam kapal tersebut al-Hajj Kontas, yaitu ayah dari al-Hajj Ahmad Hasan. Al-Hajj Ahmad Hasan merupakan seorang ulama yang koleksi buku-bukunya sekarang ini dikuasai oleh Perpustakaan MUI Sumatera Utara, Medan, di jalan Sutomo Ujung. Beliau dikenal dengan ulama yang memilki perpustakaan terlengkap.
Haji Abdurra`uf, ayah Syaikh Azra`i Abdurra`uf, sangat keras dan disiplin mendidik anak-anaknya. Namun berbeda dengan sifat ibunya yang lembut dan ramah dalam mengasuh putra-putrinya. Hal ini pula yang membuat Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf memiliki sifat kelembutan dalam hal menerima kebenaran.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf adalah keturunan ulama dan orang terpelajar. Ditambah pula sahabat dan lingkungan keluarga ayah dan ibunya merupakan  orang-orang yang cinta ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, maka tidak heran kalau di dalam keluarga ini ditegakkan sendi-sendi ajaran Islam. Lingkungan keluarga yang demikian membentuk prilaku Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf menjadi seorang yang shalih sejak masa mudanya. Keshalihan itu merupakan bagian dari jati diri syaikh itu sendiri hingga wafatnya.
Sebelum berangkat ke luar negeri ia sudah menguasai lagu-lagu qashidah. Oleh karenanya, ia selalu diundang pada acara hajatan seperti walimah ‘arus dan lainnya. Hal itu didukung pula oleh kemerduan suaranya dan kefasihan lidahnya.
Sifat lainnya yang layak untuk diingat dari Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf adalah kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, khususnya ilmu yang terkait dengan Alquran. Ia menguasai semua lagu-lagu alquran yang popular dikumandangkan di tanah Arab, seperti hijaz, bayati, rasy, dan lainnya. Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf tidak menyukai lagu-lagu kreasi baru yang disipkan dari lagu-lagu non Arab, sebab hal itu akan menghilangkan orisinalitas lagu.
Paling menonjol dari Syaikh Azra`i Abdurra`uf adalah, hampir setiap kesempatan waktunya digunakan untuk memperdalamai seluk-beluk ilmu-ilmu Alquran. Ia benar-benar mencintai Alquran dari segala segi. Di samping, sifat-sifat yang disebutkan di atas, ia juga merupakan salah seorang ulama yang mencoba menempatkan dirinya secara professional. Ia tidak mau menjawab pertanyaan tentang hukum-hukum Islam secara terperinci dan intens, sebab hal itu bukan disiplin ilmu yang digelutinya sebagaimana keseriusannya menggeluti ilmu-ilmu Alquran.

E. Kehidupan di Timur Tengah
Di Timur Tengah ia tinggal bersama dengan Syaikh Abdullah Almandili, yaitu seorang warga negara Saudi keturunan Indonesia dari suku Mandailing. Beliau memiliki hubungan keluarga dengan Syaikh Azra`i Abdurra`uf. Oleh sebab itu, sebagaimana yang dituturkan al-Hajj Buya Bahrum Ahmad, Syaikh Azra`i Abdurra`uf tidak mendapatkan kesulitan ekonomi ketika belajar di Saudi. Seluruh kebutuhan hidupnya ditanggung oleh Syaikh Almandili dan kiraman dari orang tuanya. Berbeda dengan para pelajar lainnya, mereka terpaksa hidup dalam keterbatasan di Tanah Arab ini disebabkan krisis ekonomi dan politik pada Perang Dunia Kedua. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang terpaksa hijrah dari Makkah ke daerah lainnya untuk mencari nafkah. Di antaranya adalah Buya Bahrum Ahmad sendiri, ia terpaksa hijrah ke Jeddah untuk mencari pekerjaan di tempat itu. Di samping itu, ditemukan juga sebagian pelajar yang harus kembali ke Tanah Air karena keadaan tersebut.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf sangat disenangi oleh penduduk kota Makkah, baik dari penduduk asli Saudi sendiri maupun dari penduduk luar Saudi, seperti dari Siria, Yaman, dan lainnya. Hal itu karena keelokan suaranya dan kefasihannya melafalkan huruf-huruf Alquran. Bahkan Syaikh Ahmad Hijazi juga mengakui kefasihannya dalam melafalkan makhraj-makhraj huruf Alquran. Ia juga menguasai syair-syair dan bait-bait nyanyian Arab dengan baik. Karena kepandaian itu ia sering diundang dan disuruh untuk membaca Alquran dan juga melantukan nyanyian-nyanyian keislaman oleh penduduk setempat. Tidak terkecuali juga untuk acara-acara walimah al-urusy (pesta perkawinan) ataupun lainnya. Kerap juga ia melantunkan syair dan nyanyian ketika bulan purnama untuk menikmati indahnya malam.[5] Ketika ia memulai qasidahnya maka suasana pun menjadi hening karena ingin menikmati bait demi bait syair dan nyanyian yang dilantunkannya.
Di Arab Saudi, Syaikh Azra`i Abdurra`uf juga mengikuti kegiatan organisasi pelajar untuk melakukan dukungan terhadap kemerdekaan Tanah Airnya. Mereka melakukan konsolidasi dan kekuatan politik umat Islam yang ada di daerah itu untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Namun kegiatan herowik ini tidak menjadikan Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf meninggalkan kegiatan ilmiahnya. Bahkan hal itu dijadikannya sebagai bagian dari pengayaan intelektualnya.
F. Kembali ke Tanah Air
Setelah lima belas tahun menimba ilmu di Saudi Arabia dan Mesir, tepatnya pada tahun 1950, Syaikh Azra`i Abdurra`uf pulang ke tanah air dengan membawa ilmu dan kitab-kitab. Setelah tiba di tanah air, ia dinikahkan dengan Hajjah Masmelan Nasution. Hajjah Masmelan Nasution merupakan seorang wanita dari suku Mandailing. Dari hasil pernikahan ini ia memiiki satu orang anak yang diberi nama Nazlah.[6]
Ketika pulang ke Tanah Air Syaikh Azra`i Abdurra`uf tinggal di Jalan Sei Deli Kampung Silalas Medan. Namun saat ini rumah tersebut sudah dijual ahli warisnya. Oleh sebab itu, data yang terkait dengan sisi kehidupan Syaikh Azra`i Abdurra`uf yang terkait dengan rumahnya tersebut tidak ditemukan di sana. Namun di daerah itu masih dapat ditemukan makam beliau.
Kegiatan sehari-hari Syaikh Azra`i Abdurra`uf di tanah air adalah mengajar, menatar, dan memperdalam ilmunya dengan menalaah kitab-kitab. Ia mengajar di Madrasah Diniyah, jalan Sungai Deli, kampung Silalas, bersama al-Hajj Adnan Yahya dan al-Hajj Baha`uddin.
Semasa hidupnya, ia telah menjalani hampir seluruh Indonesia, untuk memberikan penataran dan pengajaran ilmu Alquran. Ia pernah mengajar di Padang, Palembang, Jambi, Jawa, Maksar, Kalimantan, dan lainnya. Ia juga diundang untuk menjadi dewan hakim nasional dan internasional, seperti Malaysia dan Saudi Arabia. Oleh sebab itu, tokoh ini merupakan permata Sumatera Utara yang terabaikan oleh masyarakatnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hajj Syamsul Anwar, begitu luas dan dalam ilmu Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf, namun disayangkan perhatian masyarakat untuk menimba ilmu darinya secara intens tidaklah begitu memadai. Bahkan, tidak satu pun dari muridnya di daerah ini yang menguasai ilmu qira`at dari beliau secara talaqi. Al-Hajj Syamsul Anwar sendiri mengakui bahwa, kendatipun ia dinyatakan telah mewarisi ilmu Syaikh Azra`i Abdurra`uf dalam bidang fashahah, namun ia mengakui bahwa ilmu itu hanya sedikit sekali dibanding dengan kealiman ilmu Syaikh Azra`i Abdurra`uf.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf wafat pada tahun 1993 M. dalam usia 75 tahun. Warga kota Medan gempar dengan wafatnya Syaikh Azra`i Abdurra`uf Abdurra`uf. Ribuan kaum muslimin hadir ke rumah duka untuk menunjukkan rasa belasungkawa yang mendalam terhadapnya.
G. Pendidikan Syekh Azra’i Abdurrauf
1. Pendidikan Awal Di Tanah Air
a.       Belajar Membaca Alquran
Syaikh Azra`i Abdurra`uf pertama kali belajar Alquran adalah dari ayahnya, Syaikh Abdurra`uf.[7] Dari beliaulah Syaikh Azra`i Abdurra`uf mengenal huruf Hijaiyah hingga ia mahir membaca Alquran. Metode yang diajarkan ayahnya ketika memperkenalkan huruf-huruf hijaiyah tersebut adalah menggunakan metode al-Baghdadi. Metode ini merupakan metode yang umum dipakai ketika itu untuk mengajarkan membaca huruf Araf di Nusantara, bahkan di dunia Islam.
Selain belajar kepada ayahnya, ia juga belajar kepada beberapa orang guru Alquran di kota kelahirannya. Di antaranya adalah kepada al-Hajj Muhammad Ali, seolang ulama di Sumatera utara yang mengausai ilmu tajwid dan penyebutan makhraj huruf dengan baik. Sekarang ini, kita masih bisa menemukan makamnya di Paya Geli Sumatera Utara. Dan yang terpenting, sebagaimana yang dikemukakan al-Hajj Syamsul Anwar, Syaikh Abdurrauf menyuruh anaknya belajar kemanapun di daerah ini ketika ia mengetahui ada guru Alquran yang benar-benar meguasai disiplin ilmu ini. Oleh sebab itu, maka guru beliau ketika di Tanah Air sangat banyak. Ada yang mengatakan bahwa sebagian dari kegiatan ayahnya adalah mencari informasi tentang guru-guru Alquran agar anaknya dapat menimba ilmu darinya.
b.      Belajar Tajwid, Tafsir, dan Lagu
Syaikh Abdurra`uf tidak saja mengajarkan dan memperkenalkan membaca Alquran kepada anaknya, Syakih Azra`i, akan tetapi beliau juga mengajarkan makharij al-Huruf dan ilmu tajwid dengan baik. Metode yang digunakan ayahnya dalam ranah ini terbilang keras dan tegas. Hal itu tidak lain agar Syaikh Azra`i Abdurra`uf kecil dapat membaca Alquran dengan baik dan benar. Di antaranya dapat dilihat dari beberapa prilaku pembelajaran yang diterapkan kepada Syaikh Azrai. Misalnya, beliau diperintahkan menaikkan lidah di depan rumahnya ketika ia tidak tepat melafalkan huruf-huruf Alquran. Sebab, pada waktu kecilnya, Syaikh Azra`i Abdurra`uf kurang fasih menyebutkan harf ra`. Latihan ini sering dipraktekkan Syaikh Azra`i Abdurra`uf kecil untuk melatih kefasihan bacaannya. Namun sikap keras ayahnya tersebut telah menghantarkan beliau menjadi anak yang cerdas dan mahir melafalkan huruf-huruf tersebut di usia dini.
Di samping ketegasan dan kedisiplinan ayahnya, ia juga memang seorang anak muda yang tekun menggeluti ilmu Alquran. Sehingga, kemudian hari ia menjadi ulama yang menguasai bidang keilmuan yang digelutinya. Bahkan kemahirannya, dalam bidang tajwid dan qiraat, tidak memiliki tandingan hingga hari ini di Sumatera Utara, bahkan di Indonesia.
2. Pendidikan di Timur Tengah
a.       Belajar di Makkah al-Mukarramah dan Berkumjung ke Madinah
Syaikh Azra`i Abdurra`uf belajar Alquran di Saudi Arabia dengan Syaikh Ahmad Hijazi. Syaikh Ahmad Hijazi adalah seorang ulama yang terkenal di dunia Islam pada zamannya. Ia digelar dengan Ra`is al-Qurra`. Ia semakin popular ketika bukunya tersebar dan dipelajari di dunia Islam. Di antaranya adalah al-Qaul as-Sadid fi `Ilm at-Tajwid. Buku ini menjadi pegangan di al-Azhar, Mesir dan menjadi rujukan di dunia Islam dalam ranah ilmu tajwid.
Selain belajar kepada Syaikh Ahmad Hijazi beliau juga belajar kepada guru-guru dan ulama yang lain. Hal ini akan dijelaskan di dalam pasal berikutnya, baik di dalam ilmu Alquran, hadis, maupun fikih.  Di antara kegiatan Syaikh Azra`i Abdurra`uf yang terpenting lainnya di tanah suci adalah mengahafal Alquran. Ia hanya memerlukan waktu satu tahun dua bulan untuk mengafal tiga puluh juz Alquran dengan baik. Ini merupakan waktu yang sangat cepat untuk murid Nusantara (`ajam) yang berada di tanah suci. Metode hafalan yang dilakukannya adalah membaca, menghafal, mentasmi`, dan mengulang bacaannya. Pada maktu malam ia menambah hafalannya dan di waktu siang ia mengulang dan mentasmi`-nya. Umumnya para penghafal Alquran baru bisa menyelesaikan hafalannya dengan baik memerlukan waktu lebih dari dua tahun. Oleh sebab itu, kecepatan Syaikh Azra`i Abdurra`uf menghafal Alquran menunjukkan bakatnya dan kecerdasannya yang luar biasa dalam bidang ini.
Ia mengakhatamkan hafalan Alqurannya di depan makam Rasulullah saw di Madinah al-Munawwarah. Ia melakukan perjalanan ke Madinah dalam rangkan mencari ilmu dan pengalaman di kota Nabi tersebut. Namun, menurut informasi yang diterima dari dari Syaikh Buya Bahrum Ahmad dan al-Ustaz Syamsul Anwar, ia tidak lama berada di kota Madinah tersebut, karena alasan-alasan tertentu.
b.      Belajar di Mesir
Syaikh Azra`i Abdurra`uf belajar di al-Azhar, Mesir selama empat tahun. Ia lebih banyak mengikuti halaqah-halaqah ulama yang ada di daerah ini. Tidak diketahui informasi lebih jauh apakah beliau memasuki Universitar al-Azhar atau hanya sekedar mengikuti halaqah-halaqah tertentu. Namun, umumnya, anak-anak Nusantara yang ke Mesir selalu memasuki Universitas ini, sebagaimana halnya para pendahulunya, seperti Syaikh Ismail Abdul Wahhab, seorang Ulama Tanjungbalai Asahan, yang wafat dieksekusi Belanda ketiika pulang ke tanah Air.[8] Di sini jugalah ia berkenalan lebih baik lagi dengan ulama-ualama mazhab Hanafi dan literatur-literatur Hanafi di samping mazhab-mazhab Syafii. Namun karena kecintaannya kepada ilmu-ilmu Alquran, maka di sinipun ia lebih memfokuskan diri mempelajari disiplin tersebut.

H. Guru dan Muridnya
Di antara gurunya di dalam bidang Alquran adalah ayahnya sendiri, Syaikh Abdurra`uf. Sementara itu, Syaikh Abdurra`uf belajar belajar kepada beberapa orang guru di tanah air, di antaranya adalah syaikh Hasan Maksum imam paduka tuan. Syaikh Hasan Maksum merupakan seorang ulama yang terkenal di Sumatera Utara yang pada waktu itu disebut dengan Sumatera Timur. Ia  dilahirkan pada tahun 1884 dan wafat pada tahun 1937. Syaikh Hasan Maksum merupakan alumni Timur tengah. Ia  belajar ilmu fiqh kepada Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Ia juga pernah belajar kepada Ahmad Khayyath dalam ilmu tasawuf.[9]
Dari ayahnyalah Syaikh Azra`i Abdurra`uf mempelajari dasar-dasar membaca Alquran dan ilmu keisalaman lainnya. Ia juga belajar beberapa disiplin ilmu keislaman kepada beberapa ulama yang ada di Timur tengah pada waktu itu.
Di antara guru Syaikh Azra`i Abdurra`uf yang terpenting di Tanah Air setelah ayahnya adalah Syaikh Muhammad Ali. Kepada Syaikh inilah ia belajar ilmu tajwid dan fashahah al-Quran, bahkan juga terhadap lagu-lagu Alquran dan qashidah. Syaikh al-Hajj Muhammad Ali merupakan orang yang terpandang dalam ranah ilmu-ilmu Alquran pada waktu itu di lingkungannya.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf sempat belajar beberapa disiplin ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti Nahwu, Sharf, Ma`ani, dan lainnya kepada beberapa orang guru yang adala di Tanah Air. Pengetahuan inilah yang mendukung kegiatan belajar Syaikh Azra`i Abdurra`uf di Timur Tengah nantinya.
Di Saudi Arabia Syaikh Azra`i Abdurra`uf belar ilmu Alquran kepada Syaikh Ahmad Hijazi, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Syaikh Ahmad Hijazi merupakan ulama yang terkenal dan menjadi bahan rujukan di Makkah dan Dunia Islam. Syaikh Ahmad Hijazi memiliki sanad dalam ilmu Alquran, baik ilmu tajwid maupun ilmu qiraat sampai kepada Rasulullah saw. Oleh sebab itu, beliau menjadi rujukan kaum muslimin yang belajar di Makkah al-Mukkaramah. Sanad itu dimiliki oleh Syaikh Azrai, sehingga ia mendapat ijazah dalam ilmju tajwid, fashahah, dan qira`at. Oleh sebab itu, ia berhak untuk untuk melanjutkan sanadnya kepada murid-muridnya. Belakangan, setelah di Tanah Air, Syaikh Azra`i Abdurra`uf sangat mengabil perhatian dalam hal ini. Ia selalu mengkritik orang-orang yang membaca Alquran dengan qira`ah sab`ah hanya dengan membaca dari leteratur tanpa ada sanad dan tanpa talaqi kepada Syaikh qira`at. Sebab, ilmu membaca ini tidak bisa hanya dilihat di buku tanpa dipelajari secara langsung dari ahlinya, karena ia terkait dengan makhraj yang harus didengar langsung dari guru.
Selain belajar ilmu-ilmu Alquran, ia belajar ilmu-ilmu lainnya seperti imu hadis dan fiqh. Disebutkan bahwa ia belajar kepada beberapa orang Syaikh di Masjidil Haram dan sekitarnya. Di antaranya adalah kepada Syaikh Sayyid Alawi al-Maliki, ayah dari Syaikh Muhammad Alawi, dalam mazhab Maliki.[10] Ia juga belajar ilmu fiqh kepada syaikh Hasan al-Yamani dalam mazhab Syafii. Syaikh Hasan al-Yamani adalah ayah dari Zaki al-Yamani, yang pernah menjabat mentri perminyakan Arab Saudi dan penulis beberapa buku keislaman yang bermutu. Syaikh Azra`i Abdurra`uf juga belajar ilmu hadis kepada beberapa orang ulama di antaranya Syaikh Hasan Marsyad dan Syaikh Umar Hamdan al-Maghribi. Selain itu ia juga belajar kepada Syaikh Muhammad Hamdan al-Kutubi dan Syaikh Muhammad Syihabuddin di Masjid al-Haram. Syaikh Muhammad Syihabuddin adalah salah seorang ulama Sumatera Utara yang mengajar di Masjidil Haram, Makkah al-Mukarramah.
Di Saudi ia belajar ilmu-ilmu keislaman secara khusus di sekolah al-Falah. Ini merupakan sebuah sekolah yang jarang dimasuki oleh murid-murid dari Asia Tenggara pada masaya. Di sekolah ini umumnya diisi oleh orang-orang Arab. Kesempatan itu diperoleh oleh Syaikh Azra`i Abdurra`uf karena bantuan dari Syaikh Abdullah al-Mandili. Oleh sebab itu, maka Syaikh Azra`i Abdurra`uf lebih mahir dan fasih berbahasa Arab ketimbang teman-teman dari Nusantara. Sebab ia bergaul secara intens dengan anak-anak Arab tersebut. Murid-murid dari Nusantara umumnya belajar di Madrasah Dar al-Ulum sebagaimana teman beliau Syaikh Buya Bahrum Ahmad. Selain itu, murid-murid nusantara juga banyak belajar di Madrasah Saulatiyah.
Khusus dalam bidang ilmu tajwid (fashahah), Syaikh Azra`i Abdurra`uf memiliki murid yang sangat banyak. Di antara murid-muridnya yang belajar ilmu tajwid Al-Quran kepadanya, lewat bimbingannya, tidak sedikit yang menjadi qurra` terbaik pada tingkat Nasional dan Internasioanl.[11]  Di antara muridnya yang konsisten belajar kepadanya adalah al-Hajj Syamsul Anwar, al-Hajj Yusdarli  Amar, al-Hajj Fadlan Zainuddin, dan lainnya.

I. Karya-Karya
            Di antara karya-karya beliau yaitu:
1.      Ralat al-Qur`an, diterbitkan oleh tiga penerbit, yaitu Sinar Kebudayaan Islam Jakarta, Mathba`ah al-Mishriyah Cirebon, dan al-Ma`arif, Bandung. Buku ini merupakan buku yang sangat penting bagi umat Islam Indonesia. Sebab, di dalamnya Syaikh Azra`i Abdurra`uf membahas hal-hal yang terkait dengan koreksi atas kesalahan penulisan yang terdapat di dalam al-quran terbitan mathba`ah al-Mishriyah, Cirebon; sumber kebudayaan Islam, Jakarta; dan al-Ma`arif, Bandung.
2.      Pedoman Perhakiman Musabaqah Tilawatil Quran. Tulisan ini dalam bentuk makalah untuk para dewan hakim musabaqah tilawatil quran.
3.      Penulisan al-Qur`an dengan Huruf-Huruf Selain Huruf Arab. Buku merupakan uraian yang mendalam tentang hukum dan ketidakefektifan translitersi huruf Arab ke dalam huruf latin. Dalam penelitian ini, penulis menyimpulkan tentang ketidakbolehan memadakan membaca al-Qur`an dengan huruf tersebut.
4.      Tafsir al-Qur`an: Surah  al-Fatihah, al-Baqarah, dan Yasin. Sebagaimana judulnya, buku ini merupakan tulisan yang dikhusukan untuk membahasa tafsir al-Quran pada surah-surah yang telah disebutkan. Namun, di dalam tulisan ini juga dibahas mengenail ulum al-Qur`an.

J. Kiprah  dan Apresiasi terhadap Syaikh

    Azra’i Abdurrauf

Di antara kiprah perjuangan Syaikh Azra`i Abdurra`uf adalah:
1. Guru al-Qur`an di Berbagai Tempat
a.       Mengajar di Rumah
Di antara kegiatan pengabdian ilmiah Syaikh Azra`i Abdurra`uf yang terpenting adalah mengadakan halaqah setiap hari di rumahnya.
b.      Mengajar di Halaqah Kaum Ibu
Ia juga menyisihkan waktunya khusus untuk kaum ibu di berbagai tempat. Di antaranya adalah di rumah Hj. Rohani, istri dari Letkol H.O.Z. Ownie. Kemudian, ia juga mengajar di rumah Hasyim, MT. Ia mengajarkan kepada kaum ibu di seputar ilmu Al-Qur`an, khususnya tentang bidang penafsiran Al-Qur`an.
c.       Mengajar di Maktab dan Universitas
Sebelum berangkat ke Tanah Suci, Syaikh Azra`i Abdurra`uf mengajar di Maktab Zaini Usman di Jalan Waringin Jati dan di beberapa mesjid di Kota Medan. Setelah kembali ke tanah air ia pernah mengajar di UISU, Medan. Selain mengajar di Universitas tersebut, ia juga mengajar di Madrasah Diniyah Kampung Silalas bersama dengan Syaikh al-Hajj Adnan Yahya, salah seorang temannya di Saudi Arabia.
d.      Mengajar di LPTQ dan Penatar tingkat Nasional
Tidak diragukan lagi bahwa Syaikh Azra`i Abdurra`uf memiliki andil yang sangat besar memasyarakan al-Qur`an dalam bidang membaca dan tajwid al-Quran, di kota Medan. Tidak terkecuali juga di Tanah Air dan kawasan Asia Tenggara.
Beliau juga dikenal sebagai penatar Senior Dewan Hakim (juri) musabaqah Tilawah al-Quran di Pangkalan Masyhur, Medan, Jakarta, dan dibeberapa tempat lainnya di Nusantara.
2. Juri Al-Qur`an di Tingkat Nasional dan Internasional
a.       Juri di Tingkat Nasional
Keadaan atau kedudukannya sebagai ulama dalam ilmu fasahah dan ilmu qiraat sab’ah sebagaimana yang disebut sebelumnya mendapat pengakuan secara nasional. Hal itu terbukti, beliau dipercaya semasa hidupnya sebagai dewan juri hampir sepanjang usianya setelah kembali ke Nusantara.
b.      Juri di Tingkat Internasional
Selain menjadi dewan juri secara Nasional ia juga dipercaya sebagai dewan hakim  MTQ pada even-even Internasional seperti di Makkah al-Mukarramah dan negara jiran Malaysia. Ini suatu bukti bahwa keilmuan Syaikh Azra`i Abdurra`uf mendapat pengakuan internasional.
3. Menulis Makalah dan Buku
a.       Menulis makalah
Di samping kegiatan dakwah dan mengajarkan al-Qur`an kepada masyarakat. Ia juga menyempatkan dirinya menulis makalah yang terkait dengan ilmu al-Qur`an, yaitu muali ilmu tajwid, fashahah, maupun tafsir. Oleh sebab itu, keilmuan Syaikh Azrai tidak saja terkandung di dalam ingatan dan hatinya, tetapi juga ia mampu menunagkannya di dalam bentuk tulisan yang berbobot.[12]
b.      Tafsir
Syaikh Azra`i Abdurra`uf juga menulis sebuah buku tafsir[13] yang sangat baik dan informatif. [14] Bahkan di dalam buku tersebut memuat tentang ulum al-Quran yang sangat baik untuk dijadikan pedoman dalam mepelajari kajian tafsir. [15]
c.       Koreksi
Di antara kelebihan Syaikh Azra`i, ia mampu meresfon kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang terkait dengan al-Qur`an. Sebuah bukunya membicarakan seputar kesalahan beberapa penerbit dalam menuliskan mushaf al-Qur`an. [16]

4. Prestasi dan Apresiasi
a.       Memiliki Kepaduan Ilmu Al-Qur`an
Keahliannya terhadap ilmu Al-Qur`an tidak saja pada kemahiran membaca dan kebagusan tajwid, tetapi juga dalam pemahaman makna dan kontekstualisasinya.
b.      Pengisi `Iza`ah al-Qur`an di Saudi
Syakh Azra`i merupakan orang non Arab pertama yang mengisi `iza`ah al-Qur`an. Beliau diberi kesempatan untuk mengisi acara radio membacakan ayat-ayat al-Qur`an. Bahkan, menurut informasi dari Syaikh al-Hajj Buya Bahrum Ahmad, Syaikh Azra`i bukan saja orang pertama dari masyarakat ajam yang membaca al-Quran pada ketika itu tetapi orang perdana yang melakukannya pada radio Saudi Arabia.
Sewaktu mudanya, Syaikh Azra`i Abdurra`uf pernah memenangkan musabaqah tilawah al-Quran di kota Binjai. Waktu kota ini termasuk bagian dari Sumatera Timur.
c.       Mendapat Penghargaan
Jasa besar yaikh Azrai di bidang al-Qur`an mendapat penghargaan dari Lembaga al-Qur`an Pusat. Pada tahun 1953, ia juga diangkat menjadi Guru Besar Hafiz al-Qur`an pada perguruan Tinggi Tanjung Limau Simabur Padang Panjang. Namun, penghargaan itu tidak ditemukan dari lembaga keagamaan atau pemerintah di Sumatera Utara.
d.      Beliau juga pernah mendirikan Jam`iyah al-Qurra`
Jam`iyah al-Qurra` adalah sebuah lembaga untuk mengkaji dan menyebarkan ilmu-ilmu al-Qur`an. Perkumpulan ini diasaskan kepada ajaran Islam. Tujuannya adalah untuk memelihara Al-Qur`an dengan arti yang luas. Upaya yang dilakukan lembaga ini adalah:

K. Keilmuan Dan Pemikiran  Syekh

     Azra’i Abdurrauf Di Seputar Alqur`an


1. Pemikiran di dalam Karya-karya Syaikh Azra`i  
    Abdurra`uf Non Tafsir
Di antara pemikiran yang terpenting Syaikh Azra`i Abdurra`uf adalah mengenai ilmu-ilmu al-Qur`an. Di dalam pembahasan ini, penulis akan menguraikannya dengan cara meneliti dan mengungkap kajian-kajian yang dilakukannya di dalam kitab-kitab dan makalah yang beliau tulis yang berkaitan dengan tajwid, fashahah, tashhih, dan lagu.
  1. Pedoman Perhakiman Musabaqah Tilawatil Quran
Tulisani ini berbentuk makalah yang ditulis dengan akasara Arab-Jawi. Makalah ini dibagi ke dalam enam sub bahasan. Di antaranya adalah pendahuluan tanpa judul; masalah-masalah tajwid; al-waqf wa al-ibtida`; masalah lagu dalam perhakiman musabaqah; cara-cara penilaian lagu; dan pedoman-pedoman yang menurunkan nilai-nilai peserta.[17]
Tulisan ini merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diketahui bagi para hakim. Sebab, pada awalnya tidak ditemukan kata sepakat yang dilakukan oleh para hakim tentang asfek-asfek penilaian. Ini merupakan sebuah karya orisinal yang ditemukan di dalam karya-karya yang terkait dengan pedoman perhakiman di ranah musabaqah.
Dalam pasal selanjutnya Syaikh membahas tentang cara-cara penilaian lagu. Ada beberapa pedoman yang ditulis beliau dalam hal ini.
·         ketinggian mutu keindahan lagu itu sesuai dengan hukum-hukum tajwid.
·         ketika membawkan lagu-lagu al-Qur`an haruslah merupakan ‘arbiyah al-Qur`an”. Maksudnya, terpelihara dari bentuk-bentuk lagu yang disuarakan itu dari irama ajam (non Arab) yang membuat kelitu “Arabiyatul quran” sesuai dengan tunjukan ayat yang terdapat pada surah az-Zumar:
قرأنا عربيا غير ذي عوج لعلهم يتقون
·         ketika membawakan lagu dalam keadaan dada yang tenang tidak berdebar-debar diserta nafas yang kuat.
·         dapat merupakan keindahan lagu pada tiap-tiap mahath dengan tidak menyalahi hukum waqaf agar keindahannya tidak sia-sia dalam satu pernafasan.
·         kemurnian daya suara dengan maksud tidak menurun dan tidak serak, hingga mengakhiri bacaan.
·         dapat memperhitungkan keseimbangan suara dalam pemindahan lagu atau pelanjutan bacaan sesudahnya.
Setelah menjelaskan permasalahan yang tekait dengan selebuk-beluk penilaian lagu, Syaikh Azra`i Abdurra`uf mengemukakan pula pedoman tentang hal-hal yang menurunkan nilai peserta musabaqah tilawah quran. Di nataranya adalah:
·         tidak sejalan keindahan lagu dengan hukum-hukum keindahan tajwid yang sah.
·         lagu-lagu yang dipakai menghilangkan khabariyah al-Qur`an
·         membawakan lagu yang rusak, baik disebabkan dada yang berdebar-debar; atau tidak berdayanya lagi nafas yang menjelang habisnya atau dengan sebab apapun juga.
·         kerusakan lagu di mahath ketika berwaqaf, padahal puncak keindahan itu adalah pada mahath sekalipun berkurang waktu perjalanan bacaan itu.
·         suara yang mengalami kelemahan di waktu dalam perjalanan bacaan disebabkan menurunnya daya tahan suara atau disebabkan serak.
·         tidak adanya keseimbangan kehendak lagu dengan daya tahan suara dengan maksud memaksakan suara ketika membawakan lagu yang tinggi yang tidak tercapai suara ataupun tercapainya dengan susah payah sehingga tidak terasa keindahannya lagi.
·         Terdapat keseimbangan suara pada waktu pemindahan lagu atau pelanjutan bacaan sesudah berwaqaf.
Berdasarkan deskripsi di atas ditemukan bahwa kaidah-kaidah penilain lagu ini, merupakan salah satu upaya Syaikh Azra`i Abdurra`uf untuk memberikan gambaran aplikatif dalam melakukan penilaian terhadap peserta musabaqah.
  1. Ralat al-Qur`an: Jam`iyah al-Qurra`
Buku ini ditulis adalah untuk menunjukkan kekeliruan di dalam penulisan Al-Qur`an yang dilakukan oleh beberapa penerbit. Di antaranya adalah penerbit al-Mathba`ah al-Mishriyah, Cirebon, Sinar Kebudayaan Islam Jakarta, dan al-Ma`arif, Bandung.
Koreksi yang dilakukan oleh Syaikh Azra`i Abdurra`uf tersebut merupakan kepedulian beliau terhadap kemurniaan Al-Qur`an. Dalam hal ini kaum muslimin berutang besar kepada beliau atas usahanya memurnikan dan meluruskan penulisan Al-Qur`an di tanah air.
  1. Penulisan Al-Qur`an dengan Huruf-Huruf Selain Huruf Arab
            Buku ini berawal dari makalah yang ditulis oleh Syaikh Azra`i Abdurra`uf atas permintaan Majlis Ulama Indonesia, Sumatera Utara. Buku ini ditulis pada tahun 1989. Kendatipun buku ini mengambil judul yang sangat luas, yaitu mencakup seluruh huruf atau aksara di dunia ini, namun Syaikh hanya mengkhususkannya pada ranah Penulisan Al-Qur`an dengan Huruf-Huruf Latin semata. Oleh sebab itu, maka yang ditemukakan di dalam tulisan ini adalah tentang kajian di seputar huruf latin.
Jika transliterasi memang dirasa perlu untuk hal-hal lain, maka Syaikh Azra`i Abdurra`uf berpendapat perlunya melakukan penelitian yang lebih mendalam dan pengkajian yang lengkap, agar hal tersebut dapat dilakukan dengan penyelesaian yang terbaik.
Keniscayaan mempelajari dan membaca al-Qur`an dari aksara al-Qur`an dan tajwidnya didasari kerangka pikir bahwa dalam membaca al-Qur`an itu ada hukum wajib dan ada hukum haram. Inilah salah satu menjadi alasan keberatan Syaikh Azra`i Abdurra`uf dalam melakukan transliterasi.

2.  Pemikiran di dalam Karya-karya Syaikh Azra`i
    Abdurra`uf dalam Ilmu al-Qur`an
Syaikh Azra`i Abdurra`uf juga meninggalkan catatannya tentang  sekilas ilmu al-Qur`an dan tafsir. Hal ini ditemukan ketika beliau akan membahas penafsiran Al-Qur`an. Di dalam makalah tersebut belaiu menguraikan beberapa hal yang perlu diketahui oleh yang ingin mengetahui tentang penafsiran al-Qur`an. Namun umumnya, apa yang dilakukan oleh Syaikh Azra`i Abdurra`uf dalam penjelasan ulmu al-quran tersebut hanyalah sebagai transfer ilmu dari buku-buku bahasa Arab ke dalam tulisan Jawi.

3. Pemikiran di dalam Karya Tafsir Syaikh Azra`i Abdurra`uf    
    Di dalam Tafsir
Buku yang ditulis Syaikh Azra`i Abdurra`uf berkenaan dengan tafsir hanya sebagian kecil dari kegiatan penafsirannya terhadap Al-Qur`an dari sekian banyak yang diajarkannya kepada murid, majlis, halaqah, dan mahasiswanya. Namun, dari makalah dan tulisan tersebut kita dapat sedikit menelusuri kerangka berfikir dan corak penafsiran yang beliau pakai ketika menafsirkan al-Qur`an.
a.      Secara metodologis tafsîr Al-Qur`an dibagi ke dalam empat klasifikasi, yaitu metode ijmâli, metode tahlîli, metode muqârin, dan metode maudu‘i.
Berdasarkan dari hasil penelitian bahwa tafsir Syaikh Azra`i Abdurra`uf, pada satu sisi termasuk tafsir tahlili. Sebab urainnya tergolong panjang dengan memasukkan barbagai asfek penafsiran, namun tafsir ini tidak mencakup keseluruhan ayat-ayat Al-Qur`an. Di sinilah penggolongannya ke dalam tafsir tahlili tidak dapat digolongkan secara mutlak.
Dalam pada itu, jikla diperbandingkan pula dengan tafsir maudhu`i, ijmali, dan muqarin, maka tafsir beliau tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu dari metode ini, sebab karakteristik masing-masing metode tidak terakomadasi di dalam ciri-ciri penafsiran beliau. Oleh seba itu, maka tafsir yang disajikan oleh Syaikh Azra`I adalah metode ilhadi yang keluar dari metode yang ada.
Jika dilihat pada asfek corak, maka tafsir Syaikh Azra`i Abdurra`uf, ia lebih cenderung ke dalam corak fiqhi, kendatipun ia juga membahas asfek-asfek lainnya dari kandungan ayat. Namun, warna fiqh ini tetap konsisten terlihat di dalam penafsirannya.
Jika dilihat dari segi sumber penafsiran, maka Tafsir Syaikh Azra`i Abdurra`uf lebih mengedepankan tafsir ijtihadi ketimbang naqli. Oleh sebab  itu, tafsir Syaikh Azra`i Abdurra`uf tersebut dapat digolongkan ke dalam tafsir ini.
L. Penutup
Syaikh Azra`i Abdurra`uf dilahirkan 1918 M. di Medan, Sumatera Utara. Ayahnya, Syaikh Abdurra`uf adalah salah seorang ulama terkenal di Sumatera Utara, kususnya di kota Medan. Beliau disebut-sebut mewarisi ilmu dan kitab-kitab Syaikh Hasan Ma`sum serta hak cetak terhadap kitab-kitab beliau.
Syaikh Azra`i Abdurra`uf berangkat ke Saudi Arabia pada tahun 1935 M. dan kembali ke tanah Air pada tahun 1950. Ia merupakan guru bangsa dalam hal tajwid dan qira`ah al-Qur`an. Semasa hidupnya, ia telah menjalani hampir seluruh wilayah Indonesia dan dunia Internasional sebagai guru dan juri.
Di antara kegiatan pengabdian ilmiah Syaikh Azra`i Abdurra`uf yang terpenting adalah mengadakan halaqah setiap hari. Ia mengajar di berbagai maktab dan Universitas, di LPTQ dan Penatar tingkat Nasional, serta dewan juri Nasional dan internasional. Ia juga penulis produktif yang dibuktikan dari beberapa hasil tulisannya. Ia juga memiliki kepaduan ilmu al-Qur`an. Syakh Azra`i merupakan orang non Arab pertama yang mengisi `iza`ah al-Qur`an. Ia juga pernah memenangkan musabaqah tilawah al-Quran, mendapat penghargaan dari Lembaga al-Qur`an Pusat. Pada tahun 1953, ia juga diangkat menjadi Guru Besar Hafiz al-Qur`an pada perguruantinggi Tanjung Limau Simabur Padang Panjang. Beliau juga pernah mendirikan Jam`iyah al-Qurra` untuk mengkaji dan menyebarkan ilmu-ilmu al-Qur`an. Karya-karyanya, baik berkenaan dengan tafsir maupun yang lainnya menunjukkan bahwa beliau memiliki keilmuan yang kuat dan mendalam tentang persoalan ilmu-ilmu Alquran.

M. Daftar Bacaan

Al-Qur`an al-Karim
Abdul Azis, et.all (Editor), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2003
Ahmad Syurbasyi, Qissah al-Tafsir, terj., Studi Tentang Sejarah Tafsir Al-Qur`an al-Karim, Kalam Mulia, Jakarta, 1999.
Ahmad Zuhri, Studi Tafsir al-Qur`an Sebuah Pengantar, (ed. Husnel Anwar Matondang), Hijri, Jakarta, 2005.
___________, Risalah tafsir; Berinteraksi dengan Al-Qur`an Versi Imam al-Ghazali, Cipta Pustaka, Bandung, 2007.
Badr al-Din Muhammad bin Abdillah al-Zarka-syi, al-Burhan fi Ulum al-Qur`an, Juz I, Dar al-Ihya` al-Kutub al-Arabiyah, 1957.
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet.3, 2001
Chaidir Abdul Wahhab, Membedah Metodologi Tafsir Ahkam (ed. Husnel Anwar Matondang), Cipta Pustaka, Jakarta, 2005.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1999.
Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992.
Husnel Anwar, Kewajiban Tuhan: Pemikiran Kontroversial Ulama Tanjungbalai Asahan Syaikh Ismail Abdul Wahhab, LP2IK Medan, 2004.
Lois Ma`luf, al-Munjid Fi al-Lugah Wa al-A`lam, Dar al-Masyriq, Birut, Libanon, 1986.
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1985.
Muhammad Ali al-Sabuni, al-Tibyan Fi ‘Ulum al-Qur`an, ‘Alim al-Kutub, Bairut, Libanon, 1985.
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur`an, Pusstaka Pelaajar, Yogyakarta, 1998.
Noah Webster, Webster’s New Twentieth Century Dictionary, William Collins, Amerika Serikat, 1980.
Syaikh Azrai Abdurrauf, Pedoman Perhakiman Musabaqah Tilawatil Quran, Makalah, tt.
______________________, Tafsir al-Qur`an: Surah al-Fatihah wa al-Baqarah wa Yasain, tt.
Taliziduhu Naraha, Research Teori Metodologi Administrasi, Jakarta: Bina Aksara, 1985.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1982.





[1] Taliziduhu Naraha, Research Teori Metodologi Administrasi, Jakarta: Bina Aksara, 1985, h. 105 – 106. Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet.3, 2001, h 36. Lihat juga, Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1985, h. 51.
[2] Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992, h. 213.
[3] Seluruh data yang terkait dengan sejarah di dalam bab ini merupakan hasil wawancara dengan dua orang tokoh kunci dalam penelitian ini, yaitu al-Hajj Buya Bahrum Ahmad. Tokoh ini adalah teman Syaikh Azra`I Abdurra`uf di Nusantara dan Sa`udi Arabia. Kedua adalah al-Hajj Syamsul Anwar, murid terlama dan kesayangan dari Syaikh Azra`I Abdurra`uf. Oleh sebab itu, di dalam hal ini, penulis tidak lagi memberikan catatan kaki terhadap hasil wawancara tersebut.
[4] Syaikh Abdurrauf meninggal di Makkah ketika berkunjung ke tanah Suci dan menjenguk anaknya Asma`i di Saudi Arabia.
[5] Wawamcara dengan syaikh Buya al-hajj Bahrum Ahmad pada jam 20 WIB tanggal 3 September 2007.
[6] Anak beliau ini sekarang tinggal di Jambi dan menikah dengan seorang dokter.
[7] Seluruh data yang terkait dengan sejarah di dalam bab ini merupakan hasil wawancara dengan dua orang tokoh kunci sebagaimana yang disebutkan pada bab sebelumnya, yaitu al-Hajj Buya Bahrum Ahmad dan al-Hajj Syamsul Anwar.
[8] Syaikh Ismail Abdul Wahhab adalah salah seorang ulama besar yang menggerakkan perjuangan kaum muslimin di Tanjungbalai asahan untuk menentang penjajahan belanda. Ia wafat dieksekusi belanda di penjara simardan tanjungbalai asahan. Tokoh ini telah menulis kitab yang berjudul Burhan al-Ma`rifah. Buku ini berupakan upaya Syaikh Ismail Abdul Wahhab untuk menggerakkan semangat jihad kaum muslimin dari sisi teologisnya. Lihat Husnel Anwar, Kewajiban Tuhan: Pemikiran Kontroversial Ulama Tanjungbalai Asahan Syaikh Ismail Abdul Wahhab, LP2IK Medan, 2004.
[9] Syaikh Hasan Maksum merupakan guru dari beberapa ulama yang terkemuka di sumatera utara lainya. Sekedar menunjukan beberapa di antaranya yaitu Syaikh Abdurraman Syihab, Tuan Arsyad Thalib Lubis, Ustaz Ilyas Kadi, dan Syaikh Aburrauf. Mumurid beliau inilah belakangan menjadi ulama terkemuka di sumatera setelah wafatnya syaikh hasan maksum.
[10] Setelah kewafatan ayahnya, Syaikh Muhammad Alawi mewnggantikan ayahnya mengajar dalam ilmu hadis dan fiqh. Pemikirannya banyak sekali berseberangan dengan pemikiran Wahabi yang menjadi rujukan sekarang ini di Saudi Arabia. Lihat KH. Chaidir Abdul Wahhab, ed. Husnel Anwar Matondang, Membedah Metodologi Tafsir, Cipta Pustaka, Bandung, 2005, h. 13.
[11] Informasi tentang Syekh H. Azra’i Abdurrauf tersebut di atas, didapatkan dari dan berdasar keterangan tiga orang yang pernah menjadi murid beliau.
[12] Bersumber dari draf makalah byang terkait dengan tulisan beliau.
[13] Draf buku ini belum diterbitkan, masih berbentuk manuskrif.
[14] Bersumber dari draf makalah byang terkait dengan tulisan beliau.
[15] Bersumber dari draf makalah byang terkait dengan tulisan beliau.
[16] Bersumber dari draf makalah byang terkait dengan tulisan beliau.
[17]Syaikh Azrai Abdurrauf, Pedoman Perhakiman Musabaqah Tilawatil Quran, Makalah, tt., h. 1.

1 komentar: